Mohon tunggu...
Tari Supardjo
Tari Supardjo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kok Cuma Jadi Pac*r?

19 Mei 2015   09:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:50 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mau kah kamu menerima ku jadi pac*rku?

Kalimat yang cukup lama tak kudengar (ihhi.. masih ada juga yang naksir)
Hanya senyum simpul yang sanggup untuk membalasnya.

Lalu...

Maaf...
Kamu terlalu complicated. Aku ga siap. Terimakasih.
Aku pun ga mau punya pac*r. Sudah bukan waktuku lagi untuk pac*ran.

Tek tok tek tok (bunyi detik di jam tangan)
Kalaupun aku jawab iya, kapan kamu akan menikahiku?

Aku pun bukan mencari pac*r lagi sebenarnya,
aku butuh pendamping hidup.
Beri aku waktu satu tahun, aku ingin menyelesaikan semuanya.
Menyelesaikan urusanku yang masih tergantung,
aku ga mau kamu terbagi atas semua urusanku yang masih tergantung.

Baiklah... kalau memang begitu, memang benar sebaiknya kita jalan dijalan kita masing - masing
Kamu menyelesaikan semua urusan kamu, sedangkan aku akan sibuk memperbaiki diriku.
Kelak jika suatu hari, kamu sudah selesai dengan urusanmu, kamu datang kembali dan aku belum menikah
itupun jika perasaanku masih bisa menerima kamu.
Mari kita selesaikan ke jalan yang benar (menikah) bukan pac*ran.
Terimakasih.

Hmm.. yaah itulah sebagian dari perjalanan. yang tidak terungkap dalam dialog itu adalah sang perempuan
sebenarnya sudah jera dengan hal yang berbau pac*r. Buang waktu, ga jelas, itu salah besar, dilarang agama,
meskipun sampai sekarang masih banyak hal yang dilarang agama yang dilakukannya,
sebenarnya besar harapan atas lelaki yang menjadi lawan bicaranya tersebut,
namun sayang... hatinya hampir bulat untuk tidak lagi bermain perasaan
kepada lelaki yang belum muhrim. Jika kamu berani dan benar-benar niatmu tulus, datangi orangtuaku,
katakan maksudmu, aku akan ikuti restu orangtuaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun