Mohon tunggu...
Tarisa Putri Nabila
Tarisa Putri Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Political science student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

FPI: Politik Identitas dan Penolakan Warga

12 Desember 2022   14:50 Diperbarui: 12 Desember 2022   15:03 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Politik identitas merupakan sebutan bagi perbedaan mengenai konsep dan gerakan politik yang di mana fokus perhatiannya pada perbedaan sebagai suatu kategori politik yang utama. Dalam identitas politik memiliki fokus kajian yang menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan pada atas asumsi fisik tubuh, atau primordialisme, dan pertentangan agama. Dalam politik identitas mengenai perbedaan merupakan ciri politik yang di mana berimplikasi pada munculnya resiko baru sebagai konsekuensi politik. Jadi politik identitas merupakan alat perjuangan politik.

Dalam politik identitas ini keberadaan FPI (Front Pembela Islam) di Jakarta menjadi sebuah forum yang di mana sebagai alat politik dalam menghadapi Pilkada 2017. FPI hadir dengan pandangan yang berbeda dengan partai-partai politik. FPI menjadi forum yang memiliki kontra terhadap kebijakan Gubernur DKI Jakarta dan dianggap tidak sesuai dengan kultur masyarakat asli Jakarta yang Islami. FPI kerap kali menyuarakan mengenai sikap politiknya, namun Gubernur DKI Jakarta dianggap tidak mendengarkan suara politik FPI. Hal tersebut yang menjadi awal muncul permusuhan FPI terhadap Gubernur DKI Jakarta saat itu.

FPI mengadakan konsolidasi dengan ormas lainnya untuk membahas kemaslahatan Jakarta, agar kehidupan Jakarta sesuai dengan prinsip nilai-nilai keagamaan. FPI tidak pernah lelah untuk memperjuangkan aspirasi politiknya terhadap kebijakan Gubernur DKI Jakarta. Setelah pelantikan Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017. FPI melakukan demonstrasi, yang di mana berujung pada penangkapan 18 anggota FPI.

Penolakan FPI terhadap Basuki-Djarot tidak memiliki arti apa-apa, bahkan semua demonstrasi yang dilakukan FPI banyak mendapat penolakan dan cibiran dari masyarakat, bukan hanya di warga Jakarta tetapi penjuru Indonesia. FPI kemudian melanjutkan penolakan dengan menunjuk dan melantik gubernur tandingan versi FPI, yaitu Fachrurozi Ishaq yang merupakan Ketua Gerakan Masyarakat Jakarta.

Sikap yang diambil FPI dalam melantik gubernur tandingan jelas bertentangan dengan konstitusional dan mendapatkan simpatik negatif dari masyarakat. Masyarakat secara terang merendahkan FPI. Semua tindakan yang dilakukan FPI dapat kita pahami sebagai penolakan Ahok semata-mata didasari dari adanya perbedaan agama. Dianggap memiliki kepentingan sendiri karena FPI menganggap bahwa pemimpin non muslim tidak layak untuk memimpin.

Karena tindakan FPI yang selewengan menjadikan FPI sebagai ormas yang paling dianak tirikan di Indonesia. Segala pernyataan FPI menuai kontra dan banyak yang memojokkan FPI dan FPI menjadi common enemy bangsa Indonesia. 

Sehingga mendapatkan banyaknya bullying  dari masyarakat Indonesia. FPI juga terus berusaha mengedepankan perjuangan politik identitas kepentingannya melalui identitas keagamaan. Puncak perjuangan FPI menarik simpati masyarakat Jakarta disusul dengan ketika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, ketika melakukan blunder politik dalam pidatonya di Pulau Pramuka, Kepualauan Seribu terhadap pidato yang menyinggung surah Al-Maidah ayat 51.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun