Memasuki usia 20-an keatas, sepertinya yang dihadapi tak melulu urusan pendidikan, pencarian dari diri, percintaan, dan sederet permasalahan anak muda pada umumnya. Makin bertambah umur, makin banyak pula persoalan demi persoalan yang di hadapi. Seperti yang tahun kemarin ramai di perbincangkan anak muda mengenai fenomena lansia berkedok remaja alias remaja jompo. Ini menjadi hal tak biasa yang baru-baru ini sedang hangat dibicarakan kalangan anak muda. Sebenarnya, apa itu Remaja Jompo Indonesia, dan mengapa fenomena ini terjadi?
Pertama-tama, mari kita pahami dahulu berapa rentang usia yang termasuk golongan remaja. Menurut WHO, batasan usia remaja adalah umur 12 sampai 24 tahun. Anak muda dalam usia remajanya identik dengan semangat yang tinggi untuk mempelajari sesuatu dan mencoba hal-hal baru. Hal tersebut seharusnya membuat semangat dalam diri seorang remaja bisa melambung tinggi dan mencoba tantangan baru. Sedangkan menurut KBBI, jompo itu artinya tua sekali dan sudah lemah fisiknya. Jadi yang dimaksud dengan remaja jompo adalah remaja yang masih muda umurnya tapi fisiknya sudah lemah seperti orang jompo. Alih-alih menujukkan eksistensi mereka sebagai pemuda yang memiliki semangat yang tinggi, para remaja ini mengaku bahwa dirinya bagian dari remaja jompo Indonesia. Apa yang sebenarnya sedang dialami para remaja ini? Mari kita bahas~
Alasan munculnya fenomena ini adalah para remaja yang mengeluh bahwa diri mereka jompo, alasan mereka menyebut diri mereka jompo karena kata jompo digambarkan sebagai orang tua yang mudah lelah, renta, atau fisiknya yang sudah melemah. Para remaja ini merasakan bahwa akhir-akhir ini mereka berubah menajdi orang yang mudah pegal-pegal, masuk angin, nyeri pinggang, pusing, dan sebagainya padahal mereka baru melakukan aktivitas sebentar.
Ada juga remaja yang ketika beraktivitas harus tersedia minyak angin, minyak kayu putih, koyo, balsam, dan sebagainya untuk persediaan ketika rasa cepat lelah dan pegal-pegal datang. Kemudian, ketika mereka menceritakan pengalamannya tersebut dimedia sosial seperti instagram, twitter, dan tiktok ternyata banyak remaja lainnya yang bernasib demikian seperti yang mereka alami. Dari situlah muncul fenomena baru yaitu remaja jompo. Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan para remaja ini merasakan mudah lelah, pegal-pegal, dan lain sebagainya?
Ternyata hal ini berhubungan dengan adanya pandemic Covid-19. Bagaimana tidak, munculnya pandemi memaksa kita harus tetap waspada dan melakukan aktivitas apapun di dalam rumah. Aturan dari pemerintah juga memperkuat alasan terhadap pengurangan mobilitas masyarakat. Akibatnya, baik dari kalangan muda sampai kalangan tua, mereka melakukan berbagai kegiatan di dalam rumah. Karena hal itu, para remaja in tidak banyak melakukan aktivitas di luar rumah karena setelah mereka beraktivitas seperti sekoah dan belajar, mereka bisa langsung tiduran, rebahan, dan jarang berolahraga. Tak sedikit remaja yang merasan ketika tiduran dalam waktu yang cukup lama kemudian ketika berdiri merasa lemas dan pusing. Hal ini terjadi karean ketika kita sedang dalam posisi tiduran, darah banyak berkumpul di kaki, kemudian ketika kita berdiri dan belum sepenuhnya siap, otak kurang mendapatkan aliran darah, sehingga muncullah gejala lemas dan pusing.
Selain itu, tak jarang para remaja juga mengalami pegal-pegal khususnya di bagian punggung. Hal ini juga dapat disebabkan karena posisi duduk yang kurang sempurna. Posisi duduk yang benar yaitu kepala tidak menunduk, posisi bahu rileks, tinggi layar monitor sejajar dengan pandangan mata, dan kaki menapak ke lantai. Dengan posisi ini, setidaknya kita tidak mudah merasakan pegal-pegal dan sakit di bagian punggung.Â
Untuk mengurangi tingkat 'kejompoan' pada remaja, bisa dengan melakukan beberapa cara berikut ini. Pertama, olahraga ringan, misalnya dari sit up, push up sampai senam juga bisa dilakukan. Kedua, kurangi waktu rebahan dengan memperbanyak aktivitas. Ketiga, jangan lupa untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan vitamin, perbanyak makan sayur dan buah serta minum air putih minimal 8 gelas per hari. Terakhir, atur waktu untuk beristirahat. Jangan sampai waktu istirahat dan tidur kita menjadi terganggu karena aktivitas yang tidak ada hentinya ya. Semoga membantu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H