Mohon tunggu...
HMJ Tadris Matematika UINMLG
HMJ Tadris Matematika UINMLG Mohon Tunggu... Guru - HMJ Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

https://tadrismatematika-uinmalang.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

TM-NEC | Praktik Smart Activity dalam Memajukan Sivilasi dan Interpolasi Pendidikan Karakter di PPTQ Oemah Alquran Malang

1 Oktober 2019   14:39 Diperbarui: 1 Oktober 2019   14:51 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem pendidikan di Indonesia merupakan suatu komponen yang saling terkait dan terpadu yang berfungsi sebagai pencapai tujuan dari  pendidikan nasional. Salah satu substansi yang menjadi bahasan adalah mengenai pendidikan karakter. Pendidikan karakter secara normatif dinilai sebagai salah satu cara dalam membangun dan membekali peserta didik di  Indonesia untuk terciptanya generasi unggul yang bermartabat dan berakhlakul karimah. Pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan dan pewarisan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai kebajikan yang terumuskan oleh para pendahulu bangsa yang sudah menjadi kebiasaan yang baik dan selaras dengan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan karakter menjadi urgensi untuk mensyaratkan agar segera dilakukannya rediscovery  nilai-nilai luhur budaya bangsa atau revitalisasi atau invented tradition melalui gerakan nasional yang melibatkan seluruh komponen sebagai konsensus yang lahir dari kesadaran nasional itu sendiri.

Pendikan karakter  menjadi sivilisasi untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Karakter itu sendiri terbagi menjadi dua komponen, yaitu: karakter moral dan karakter kinerja. Karakter moral berasaskan mengenai moralitas seperti jujur, toleran, saling menghormati dan menghargai, bertanggung jawab. Sedangkan karakter kinerja berhubungan dengan kualitas yang melibatkan kemampuan dalam diri seseorang, seperti bekerja keras, tidak mudah putus asa, dan tidak malas.

Kedua karakter tersebut harus tercerminkan dalam pendidikan karakter yang didapat oleh siswa dalam lembaga pendidikan. Gambaran abstrak mengenai korelasi kedua komponen karakter tersebut karena ketidakinginan terciptanya peserta didik yang  memiliki akhlak jujur namun pemalas, atau pekerja keras namun culas. Sehingga kedua komponen karakter tersebut hendaknya berjalan secara  beriringan, artinya tidak bisa mengedepankan salah satunya.

Di Indonesia, terdapat Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo. Penerbitan ini salah satunya dijadikan sebagai jalan keluar dari masalah polemik Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang  Hari Sekolah. Dengan adanya Peraturan Presiden tersebut, tujuan yang ingin dicapai dengan adanya pendidikan karakter cukup jelas. Seperti: untuk menciptakan generasi pelajar yang jujur, mandiri, unggul, berilmu, bekerja keras, toleran, bertanggung jawab, dan lain sebagainya, yang semuanya terekam dalam mata pelajaran pendidikan karakter itu sendiri.

Sebagai kaca pembanding dan pembelajaran, kita bisa melihat bagaimana Pendidikan karakter yang dijalankan di negara tetangga, Malaysia. Negara Malaysia menerapkan kebijakan berupa wajib belajar yang terfokus dalam pendidikan karakter yang diberikan sejak dini yaitu  mulai dari  jenjang TK sampai berkelanjutan. 

Hal ini disebabkan, pendidikan karakter di pandang sebagai bekal utama yang harus dimiliki oleh siswa, selain pendidikan yang berupa bahasa dan komunikasi, pengembangan kognitif, emosi, dan krativitas. Pendidikan karakter dapat dijadikan acuan dalam membentuk kepribadian yang terpuji untuk menghadapi atau membentengi diri dari perubahan sosial dan struktur masyarakat yang berada pada skema meningkatnya kenakalan remaja, pergaulan bebas, kecanduan narkoba dan obat-obat terlarang, dan bentuk kriminalitas lainnya yang dapat memberikan pengaruh buruk terhadap masa depan siswa.  

Bambang Sumintono dalam tulisannya Pendidikan Moral di Malaysia menyebutkan bahwa pendidikan karakter lebih baik dilakukan dengan guru sebagai pendamping dan membiarkan siswa memilih sendiri nilai-nilai moral yang menurutnya tepat. Alasannya adalah Malaysia sebagai negara multikultural, dimana masing-masing orang berhak memilih dan menentukan nilai-nilai moral menurutnya  sesuai  dengan budaya dan agama yang diyakininya.

Lain halnya dengan pendidikan karakter yang diterapkan oleh Pemerintah Jepang. Sebagai negara yang maju dengan kualitas pendidikan yang baik, Jepang menerapkan sekolah 5 hari per minggunya sejak tahun 2003, kebijakan ini dikenal dengan kebijakan "Yutori Kyoiku". Tetapi secara keseluruhan, pendidikan di Jepang berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 120 Tahun 2006 tentang Pendidikan. Regulasi ini yang menjadi pedoman bagi lembaga pendidikan di Jepang.

Tujuan yang tersurat dari Undandang-Undang tersebut untuk membangun pendidikan karakter yang dapat memberikan kebebas individu. Secara kolektif, Jepang menginginkan generasi yang sehat secara pemikiran dan jiwa agar mampu berkontribusi langsung dalam masyarakat untuk menciptakan kedamaian dan demokrasi.

Dari pemaparan di atas mengenai pendidikan karakter, setidaknya terdapat tiga hal yang  dapat dijadikan jangkauan untuk menginterprestasikan pendidikan untuk generasi unggul di era saat ini, yaitu:

1. Karakter
Karakter  menjadi fundamen dari sebuah pendidikan. Karakter yang di asah dan di asuh dengan baik, akan melahirkan jiwa yang baik, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, karakter memberikan pengaruh terhadap pemikiran dan jiwa peserta didik. Dengan adanya pendidikan yang dapat membangun karakter yang terpuji, diharapkan siswa mampu membentengi diri, memfilter, serta dapat menjadi timbal balik yang dapat memberikan kemanfaatan untuk masyarakat.

2. Kompetensi
Kompetensi yaitu bagaimana siswa mampu berfikir kritis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif. Hal ini menjadi indikasi maupun standarisasi agar siswa mampu dengan baik dalam melakukan kompetisi secara akademis maupun non akademis.

3. Keterbukaan Wawasan
Melalui keterbukaan wawasan atau literasi, diharapkan peserta didik memiliki daya serap dengan baik dalam bentuk memahami pengetahuan-pengetahaun yang di ajarkan. Selain itu, dengan literasi dapat menumbuhkan  minat baca dan meningkatkan daya baca.

Berdasarkan ketiga hal tersebut, penulis mengamati kegiatan lingkungan masyarakat yang dapat menjadi ulasan menarik mengenai pendidikan karakter. Kegiatan ini terjadi  TPQ Pondok Pesantren Oemah Al-Qur'an Oemah Al-Qur'an, Malang.

Di TPQ tersebut, pengajaran diberikan kepada anak-anak TK maupun SD dalam bingkai pendidikan karakter. Dalam lembaga TPQ ini, pihak pesantren memberikan peluang yang sangat luas untuk membangun nilai-nilai moral yang baik sejak dini. Dibuktikan dari kegiatan yang dilakukan sehari-hari yaitu berupa:

a.Mempelajari Al-Qur'an
b.Menghafal Al-Qur'an
c.Mempelajari Akidah Akhlak
d.Mempelajari akhlak sehari-hari
e.Mempelajari akhlak para Nabi, dan lain sebaginya

Semua kegiatan yang dilakukan di TPQ tersebut adalah untuk menumbuhkan pendidikan karakter terhadap anak-anak di pendidikan pertamanya. Pendidikan karakter sejak dini memiliki nilai urgensi yang sangat tinggi. Dengan alasan, pendidikan karakter yang diberikan sejak dini dapat membekas secara materi maupun pengamalan yang diharapkan mampu secara total untuk menjadi pembiasaan sampai di usia selanjutnya dengan keberlanjutan dalam mengaktulisasikan materi yang di dapat di lembaga pendidikan tersebut dalam bentuk perbuatan dan tindakan.

Gagasan kreatif penulis terhadap kegiatan pendidikan karakter yang dijalankan oleh  pihak TPQ adalah "Smart Activity", dimana kegiatan yang diberikan kepada anak-anak TPQ merupakan kegiatan yang dikemas dalam bentuk praktik dan bermain secara cerdas. Artinya, anak tidak hanya dibekali materi, namun dapat diprakarsai ke arah tindakan yang dapat dijadikannya sebagai pembiasan.

Kegiatan yang penulis gagas berupa kegiatan normatif, namun tidak terstruktur. Artinya, tidak ada halangan kepada peserta didik untuk mengembangkannya dalam cakupan yang lebih luas.  
Smart Activity yang penulis gagas memiliki dua susunan besar yang dapat dimanfaatkan sebagai kebiasaan baik untuk menumbuhkan karakter peserta didik, yaitu:
 
1.Praktik Ibadah
Praktik ibadah merupakan pendidikan penting yang harus ditanamkan sejak anak masih dini. Dikarenakan bersifat penting, maka hal ini tidak cukup hanya sekedar pembekalan materi yang berupa pengajaran dengan metode ceramah. Melainkan guru harus bertindak secara nyata dan koheren dengan materi yang  sedang di ajarkannya.

Misalnya, guru memberikan materi tentang wudhu. Maka, peserta didik tidak hanya mengetahui rukun, tata cara, atau hal-hal yang membatalkan wudhu. Melainkan, guru harus memberikan bukti fisik yaitu pengajaran secara langsung bagiamana tata cara apabila wudhu di lakukan secara nyata. Dengan begitu, anak akan mampu menangkap dengan jelas dan daya serap ingat terhadap materi yang di ajarkan serta praktik yang dicontohkan dapat dijadikannya pelajaran yang baik.

Setelah itu, diharapkan anak juga mampu mempraktikkan materi yang diajarkan oleh guru. Dengan alasan, untuk mengukur sejauh mana tingkat pemahaman anak terhadap materi dan contoh langsung yang diberikan oleh guru.

2.Praktik Digital
Kemudahan kemajuan tekhnologi saat ini, hendaknya tidak ditelan mentah-mentah. Melainkan dapat dijadikan pembekalan serta media pengajaran. Dengan begitu, kemanfaatan adanya tekhnologi mampu kita rasakan.

Praktik digital yang dapat diterapkan agar anak tidak buta tekhnologi yaitu berupa pengajaran dengan media animasi salah satunya. Selain praktik langsung, guru dapat menampilkan atau mempertontonkan video animasi yang berhubungan dengan materi yang di ajarkan. Hal tersebut, mampu secara fisik menarik perhatian anak, serta untuk menguatkan pemahaman anak terhadap materi pembelajaran.

Selain itu, guru dapat menjalankan aplikasi kahoot sebagai media untuk belajar sekaligus  bermain yang dapat diberikan kepada anak. Diharapkan, anak tidak hanya secara pasif diberikan materi secara manual, namun juga secara digital. Dengan tujuan, agar anak mampu berkreasi dengan pengetahuan yang sangat luas.

Melalui tulisan dan gagasan yang penulis paparkan, diharapkan mampu membantu pendidikan karakter yang sedang dijalankan di lembaga pendidikan TPQ Pondok Pesantren Oemah Al-Qur'an Malang, agar dapat terjalankan dengan baik.

Oleh: Reni Dwi Lestari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun