Mohon tunggu...
HMJ Tadris Matematika UINMLG
HMJ Tadris Matematika UINMLG Mohon Tunggu... Guru - HMJ Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

https://tadrismatematika-uinmalang.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

TM-NEC | Biarlah Bangku ini yang Berbicara

15 Juli 2019   09:17 Diperbarui: 27 Oktober 2020   14:49 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itu, angin mengoyak sepi dalam peraduannya. Dalam temaram senja yang menggila membuatku lupa bahwa aku telah diperbudak waktu yang berujung petala. Aku, biduk yang terhampar di dermaga seorang pengembara yang menjarah sebagian atmaku untuk dirinya. Aku menunggu tanpa memikirkan masa di sebuah bangku dalam naungan keteduhan akasia yang membara.

Biarlah bangku ini yang berbicara ketika lisan ini tak sanggup beretorika dengan rasa. Kutapaki asa di bingkai kata yang tak fasih mengeja. Kugoreskan pena dalam belantara aksara. Meskipun dia tak dapat memahaminya dan meskipun Tuhanku tak sanggup menerka, biarlah bangku ini yang berbicara.

Langkah kaki mengoyak sepi. Dia datang bermuram diri. Atensi merasai. Milyaran diksi yang kurangkai tercerai-berai tak dapat digagas paradigma hati. Dia, gelagat abadi yang tak terjamah oleh intuisi sebagai alasanku untuk bertahan disini. Detik ini adalah saksi atas juang yang kuberi meskipun setelah itu aku tak dapat mengembalikan senyumnya saat ini. Lagi.

Dia duduk di bangku itu dengan tenang, mendengarku berceloteh dengan tatapan penuh perhatian. Tapi intuisiku mengatakan, dia ingin sebuah kata 'perpisahan'. Namun, kuikuti setiap reka adegan kehidupan walaupun menusuk tajam olehku luka yang tak tertahankan. Dan ketika Tuhan mengatakan 'Lepaskan!', aku mencoba mengikhlaskan segala kenyataan yang seringkali memahitkan.

Biarlah bangku ini yang berbicara ketika lisan ini tak sanggup beretorika dengan rasa. Kutapaki asa di bingkai kata yang tak fasih mengeja. Kugoreskan pena dalam belantara aksara. Meskipun dia tak dapat memahaminya dan meskipun Tuhanku tak sanggup menerka, biarlah bangku ini yang berbicara.

Blitar, 15 Juli 2019

Karya : Asfira Zakia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun