Mohon tunggu...
Tareyshita Qaulia Artha Meivia
Tareyshita Qaulia Artha Meivia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Universitas Airlangga - Ilmu Informasi dan Perpustakaan

Kesukaanku dalam membaca dan menonton membuatku merasa mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan wawasan. Hal itu juga membuka cara pandang baru, memperkaya imajinasi, dan memberikan inspirasi untuk terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ironi di Balik Parodi: Ketika Hujatan Justru Menaikkan Engagement Selebriti Kontroversial

15 Desember 2024   06:00 Diperbarui: 16 Desember 2024   06:19 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto video parodi (Sumber: Tiktok)

Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan, saya, Tareyshita Qaulia A. M., merasa ironi dengan fenomena parodi video yang mengandung hujatan, yang justru meningkatkan engagement para selebriti kontroversial.

Kontroversi yang melibatkan influencer dengan jumlah pengikut yang relatif sedikit sering menjadi perbincangan di media massa hingga menjadi trending topic, yang akhirnya membuat nama mereka dikenal dan meningkatkan jumlah pengikut di media sosial. Fenomena ini kerap terjadi di era modern. Salah satu bentuk konten yang dapat menaikkan pengikut dari selebriti kontroversial adalah parodi video.

Beberapa influencer lain yang sering membuat konten parodi terkadang memanfaatkan kontoversi dari seleb tersebut. Mereka mem-parodikan konten atau perilaku selebriti kontroversial, yang kemudian menjadi bahan lelucon dan hujatan di media sosial. Netizen Indonesia sering kali terhibur oleh parodi ini kemudian mulai penasaran dengan permasalahan dari selebriti kontroversial, sehingga mereka mulai mengikuti permasalahan si selebriti kontroversial secara aktif.

Contoh kasus nyata yang sedang terjadi dan terus bergulir di media massa yakni kasus dari perseteruan Vadel, Nikita Mirzani, dan Laura (Loly). Berawal dari perseteruan drama keluarga Nikita Mirzani dan anak gadisnya Loly hingga melibatkan pacar anaknya Vadel, yang menurut sang ibu kekasih anaknya membawa dampak negatif  pada perilaku dan juga memanfaatkan Loly secara emosional dan finansial. Drama ini menjadi semakin panjang ketika isu tersebut tidak hanya melibatkan keluarga, tetapi juga menyeret pihak eksternal seperti kekasih Loly dan bahkan kepolisian.

Kasus ini pun menjadi sasaran empuk bagi para konten kreator di media sosial. Video parodi yang menyindir berbagai momen dalam perseteruan ini bermunculan, mulai dari gaya bicara dan ekspresi Nikita dan Loly, hingga yang konten dance dari Vadel yang juga konten kreator dance yang dianggap unik oleh netizen. Konten kreator memanfaatkan elemen-elemen ini untuk menarik perhatian, juga sering kali menambahkan narasi humor yang memancing tawa, meskipun isu yang diangkat sebenarnya cukup serius.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana parodi dapat memperpanjang siklus perhatian publik terhadap suatu kasus. Meskipun tujuannya untuk menghibur atau mengkritik, parodi justru meningkatkan popularitas semua pihak yang terlibat dalam drama tersebut. Setiap video yang viral, mendorong lebih banyak orang untuk mencari tahu latar belakang konflik dan mengikuti perkembangan kasusnya. Hasilnya, Jumlah pengikut mereka di media sosial cenderung meningkat, bukan hanya karena mereka yang mendukung atau membenci, tetapi juga dari netizen yang sekadar ingin tahu. Bahkan, parodi-parodi ini sering kali mengalihkan perhatian dari inti masalah, sehingga fokus netizen bergeser dari isu serius menjadi sekadar bahan hiburan.

Berbeda dengan Jepang atau Korea, yang memiliki budaya cancel culture, budaya kebiasaan untuk memboikot publik figur yang melakukan tindakan kontroversial. Namun netizen Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya hal ini. Justru, di Indonesia, kontroversi sering dimanfaatkan sebagai sarana untuk meraup keuntungan finansial. Hal ini menjadi ironi, bahwa meskipun parodi dibuat dengan tujuan mengejek atau mengkritik, hasilnya sering kali bertolak belakang. Sehingga selebriti yang menjadi sasaran parodi dan konten kreator yang memparodikan justru mendapatkan peningkatan engagement, baik dalam bentuk pengikut baru, likes, maupun komentar. Dalam konteks ini, hujatan dan kritik tidak menghukum selebriti tersebut, tetapi malah memperkuat posisi mereka di media digital.

Fenomena ini seharusnya menjadi bahan refleksi bagi netizen Indonesia. Dalam era digital, dimana setiap tindakan kita di media sosial dapat memengaruhi algoritma platform, yang pada akhirnya menentukan siapa yang mendapatkan eksposur lebih besar. Ketika parodi atau hujatan terhadap selebriti kontroversial justru meningkatkan engagement mereka, kita secara tidak langsung turut membantu mempopulerkan tindakan atau pernyataan yang seharusnya dikritisi.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan kesadaran masyarakat untuk tidak memberi ruang bagi tindakan kontroversial yang merugikan. Daripada terjerembab dalam pola yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu, netizen Indonesia dapat belajar dari budaya cancel culture di negara lain. Namun, implementasi budaya ini juga harus dilakukan secara bijak agar tidak melanggar hak asasi manusia atau menimbulkan efek negatif yang tidak diinginkan.

Pada akhirnya, setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menyaring informasi, menyikapi kontroversi dengan bijak, dan menggunakan media sosial secara cerdas. Dengan demikian, kita dapat menciptakan media digital yang lebih sehat dan mendukung konten yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun