Itu sebagian data yang saya kemukakan dalam kasus-kasus seks bebas yang meningkat saat perayaan hari valentine. Dan hal ini mencoreng masa depan remaja di mana mereka adalah aset bangsa Indonesia.
Sebagai bangsa dengan kebudayaan timur yang beradab dan menjunjung tinggi etika dan moral, perayaan Valentine malah menyebabkan kerusakan moral anak bangsa ini. Maraknya seks bebas pada saat valentine bukan sepenuhnya disalahkan kepada remaja saja, namun lingkungan dan pelaku usaha  yang cenderung tidak selektif sehingga menawarkan berbagai paket valentine kepada remaja yang belum cukup umur, juga patut disalahkan dalam fenomena tercela ini.
Seperti yang kita lihat pada pelaku bisnis perhotelan misalnya, sebagian besar hotel mengadakan promo besar-besaran pada perayaan valentine, tak jarang pihak hotel tidak mempermasalahkan pasangan yang datang membooking kamar hotel tanpa surat nikah ataupun KTP. Tentu saja hal ini membuka peluang bagi remaja untuk melakukan seks bebas ataupun penyimpangan lainnya. Sehingga pengunjung hotel seakan membludak dengan kemudahan yang ditawarkan.
Tidak hanya perhotelan saja, penjualan kondom pun juga meningkat di hari valentine, hal ini diungkapkan berdasarkan wawancara dengan berbagai penjaga minimarket dan apoteker di Makassar yang mengakui bahwa penjualan kondom dan tisu magic meningkat saat perayaan Valentine, diantaranya ada remaja dibawah umur yang bahkan juga datang untuk membeli kondom.
Saya yakin, agama apapun yang ada di Indonesia tidak ada yang membolehkan seks bebas, oleh karena itu seks bebas digolongkan sebagai penyakit masyarakat oleh pemerintah, bahkan pelakunya bisa dikenakan pasal dan harus mendekam di penjara.
Lalu bagaimana cara kita menyikapi fenomena tercela ini? Perayaan valentine yang seharusnya menebarkan kasih sayang malah hanya akan menambah bencana bagi bangsa ini. Di sini diperlukan pemnanaman nilai moral yang kuat kepada generasi muda oleh keluarga, lingkungan dan pemerintah dalam mengurangi ini.
Juga hal ini bisa dikurangi dengan menghukum pelaku usaha yang membiarkan remaja di bawah umur menikmati layanan valentine mereka. Hal ini akan mempersempit ruang dan gerak remaja saat perayaan valentine sehingga mereka mengurungkan niat bejat dan hina tersebut. Seperti menghukum pengelola Hotel dan minimarket yang bebas menjual kondom kepada remaja.
Peran pemerintah juga sangat penting dalam mengurangi seks bebas saat valentine dengan menerjukan kepolisian untuk merazia hotel-hotel dan tempat hiburan malam yang telah dicurigai sebagai tempat pelampiasan nafsu remaja di bawah umur ini. Itulah berbagai upaya dan solusi yang ditawarkan dalam mengurangi  kasus seks bebas dan kekerasan seksual yang marak saat valentine. Hal inilah yang membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyarankan agar tidak merayakan valentine karena efek dan penyimpangan yang dilakukan saat valentine yang dikhawatirkan akan semakin menjadi-jadi,
Walaupun ada sebagian orang yang menyatakan bahwa valentine adalah perayaan resmi agama tertentu, namun bagi saya jika perayaan valentine hanya akan menambah kasus seks bebas di Indonesia, ada baiknya kita melarang remaja untuk merayakan valentine dan cukup merayakannya bersama keluarga saja. Jangan buat citra valentine semakin jelek
Hakikat valentine itu kan adalah hari kasih sayang, dan keluarga adalah prioritas utama yang harus kita berikan kasih sayang, bukan malah mencemari hari kasih sayang dengan hal negatif yang merusak moral remaja bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H