Aku melihat janji seperti pisau bermata dua.
Di satu sisi dia menenangkan dan di sisi lain dia membunuh kita perlahan.
Janji hanya bertahan sementara.
Tak tahan lama.
Ketika aku menagih janji yang pernah ada dan ternyata dibuat menjadi tak ada, rasanya aku kecewa.
Mereka yang memberikan janji adalah orang yang terlalu percaya diri akan menepati. Tak tahukah mereka waktu akan berlari tanpa kita mengerti situasi atau keadaan yang akan menghampiri nanti?
***
Rasa janji ibarat permen sugus. Manis.
Aku seperti dibawa tinggi melayang tak menapaki bumi. Mungkin seperti mengonsumsi heroin lalu aku merasa tenang dan tak sadarkan diri – terlalu terbuai oleh manisnya janji.
Janji sering sekali membuat aku tak berpikir logis. Tapi aku menyukai sensasinya. Ada percikan-percikan seperti aliran listrik yang tercipta dan mengalir deras dalam diri.
Rasanya, aku merasa aman. Aku merasa ada yang memperhatikan. Bukankah itu yang dicari manusia? Perasaan aman?