Senyum termanis yang kau beri di pertemuan terakhir kita, merubah gurat galau di wajahku menjadi senyum tanggung kala tangan ini harus melepas genggamanmu di pelabuhan.
***
Sehari sebelumnya
“Ren, anterin aku ke pelni dong” pintamu dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahmu sejak ku mengenalmu dua tahun silam.
“baiklah Susi yang cantik, untukmu apasih yang nggak” candaku yang membuatku aku sendiri sedikit malu dengan kelakuanku
Mendekati hari mudik lebaran membuat pengunjung di PT Pelni membludak hingga harus antri beberapa lama barulah kami mendapat giliran. Tiga tiket dewasa untuk Susi, Ibu dan adiknya telah kita pegang. Salah satu stasiun TV swasta sempat mewawancarainya sebagai salah satu pemudik demi kebutuhan berita mereka nanti sore.
Setelah meninggalkan tempat penjualan tiket, kita menyempatkan diri mengelilingi kota berdua mengendarai sepeda motor keluaran Sembilan puluhan. Menikmati saat-saat bersama sebelum akhirnya harus berpisah sebentar karena mudik. Cuaca kala itu seperti hatiku yang galau kadang panas terik kadang mendung dan berakhir hujan lebat yang memaksa kita untuk pulang.
***
Hari kejadian
Hari ini, entah ada yang lain dengan senyummu. Seperti kehilangan cahayanya walau kau tetap terlihat manis dimataku. Sambil membantuku mengepakkan barang bawaan, sesekali kau memandang wajahku cemas.
“jangan sedih dong cantik, bang Renomu yang ganteng ini pergi nggak akan lama kok. Lagian besok giliran kamu yang mudik bareng ibu kamu kan?” rayuku menenangkan.