Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Heboh Agen PJ Kepala Daerah

18 Februari 2022   13:19 Diperbarui: 18 Februari 2022   17:57 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Seiring dengan kebijakan pemerintah pusat tentang penundaan pilkada seiring itu pula kebijakan mengangkat kepala daerah menjadi suatu agenda besar di daerah terutama mereka yang memiliki hubungan dengan pemerintah pusat. Kalangan orang politik pemula yang melihat penunjukan PJ kepala daerah sebagai penunjukan teknis sebagaimana promosi jabatan dalam birokrasi.

Memang aneh juga memantau prilaku politisi pemula ini yang sepertinya tidak memahami kebijakan dalam politik. Yang sebenarnya krusial dalam indikasi politik pemerintah karena pada prinsipnya penempatan PJ kepala daerah adalah polise politik yang tidak berlaku sebagaimana lobby dalam pangkat dan jabatan birokrasi.

Lalu apa yang berlaku dalam negosiasi calon PJ dengan agen atau kaki tangan penguasa pusat yaitu: memfasilitasi pertemuan calon dengan petinggi politik di daerah. Indikatornya apa? 

 Sanggup membayar mereka misalnya Rp.  50 juta kepada agen tersebut.  Belum lagi biaya yang disetor kemudian dalam proses penetapannya.  Lucunya hal ini dilakukan di warung-warung kaki lima di daerah yang mengesankan sebagaimana penjualan kacang goreng. 


Kenapa hal ini bisa terjadi?  

Pertama,  Karena sistem kepemimipinan partai politik yang otokratif sehingga pimpinan partai politik daerah berprilaku sebagaimana mereka yang berjabatan birokratif dalam pemerintahan. Ibarat seorang pejabat pemerintah atau kepala kantor partai politik di daerah yang menjalankan semua kebijakan kantor pusat.

Kedua, Sistem kepemimpinan partai politik sentralistik dimana setiap keputusan pemerintah pusat yang berkaitan dengan partai politik maka pimpinan partai politik di daerah berkewajiban mengikuti agenda pusat, padahal partai politik di daerah seharusnya menjalankan agregasi kepentingan perbaikan kesejahteraan hidup masyarakat daerah.

Ketiga, Pemahaman kekaderan partai politik yang lemah sehingga fungsi mereka terdegradasi dalam ruang lingkup birokrator yang sesungguhnya jauh dibawah pekerjaan politik.

Keempat,  Pendidikan politik pada pimpinan politik daerah yang salah kaprah sehingga aktivitas politik hanya berkisar pada penguatan kekuasaan didaerah secara pragmatis, padahal kekuasaan politik partai ada pada sejauhmana advokasi warga masyarakat oleh cabang partai politik di daerah dan sejauhmana mereka memahami dan mendampingi masyarakat dalam menghadapi masalahnya.

Kelima,  Kebiasaan partai politik didaerah yang hanya mencari celah dan peluang menekan masyarakat untuk bergantung kepadanya sehingga para elit politik daerah hidup secara mewah dengan memeras calon-calon pimpinan masyarakat,  kemudian seterusnya pimpinan masyarakat tentu saja akan memeras masyarakat dengan kepentingannya yang akhirnya hidup mereka berbiaya tinggi yang berdampak pada masyarakat luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun