Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Salah satu masalah yang paling besar dalam sistem kehidupan bangsa Indonesia sejak reformasi adalah Korupsi. Kenapa demikian? Tentu saja karena lembaga-lembaga negara telah berubah dimana dengan berlakunya seleksi secara demokratis maka peluang rakyat biasa sudah terbuka untuk itu. Dimasa pemerintah Orde Baru dibawah rezim Soeharto pemerintahan tertutup sehingga korupsi juga menjadi tertutup. Apalagi pejabat negara yang mengisi setiap jabatan publik sudah melalui litsus yang merupakan saringan kredibilitas orang terhadap pemimpin, pemerintahan, bangsa dan negara. Â
Hal ini mudah dilakukan karena sistem kekuasaan negara yang sentralistik. Berikutnya partai politik juga sangat dibatas bahkan hanya tiga partai saja pada masa itu, yakni Golkar, Â PPP dan PDI. Masyarakat yang berpendidikan umum cenderung bergabung ke Golkar, masyarakat yang alim atau lulusan sekolah agama atau pesantren sebahagian besar ke PPP. Sedangkan mereka yang tergolong preman cenderung ke PDI. Sehingga kader partai begitu mudah dikenali dan masyarakat Indonesia terbagi dalam tiga partai tersebut sesuai dengan ciri-ciri mereka.
Baik mari kita kembali ke substansi pembahasan kenapa korupsi merajalela di masa reformasi. Padahal sistem pemerintahan sudah lebih baik dari perspektif demokrasi. Tentu sebagaimana dijelaskan diatas karena keterbukaan informasi publik, bertambahnya wawasan sosial bangsa Indonesia. Berikutnya pemegang jabatan amanat rakyat muncul dari berbagai profesi dan masyarakat daerah juga berkesempatan luas untuk berkompetisi. Mereka yang terpilih mengisi jabatan publik juga telah melalui seleksi rakyat secara terbuka.
Lalu, jika petinggi negara sudah dalam seleksi rakyat dan dipercaya rakyat tapi kenapa korupsi justru berkembang merajalela dan bahkan semakin sulit dibendung. Lembaga wakil rakyat yang seharusnya terjamin untuk tidak melakukan tindakan korupsi justru sebaliknya dimana lembaga DPR dimasa lalu sepi dengan kasus korupsi namun setelah reformasi justru menjadi sarangnya seiring dengan penguatan lembaga tersebut.
Dengan kondisi tersebut, apakah ini pertanda langkah mundur atau lemahnya fungsi lembaga wakil rakyat? Sesungguhnya tidak demikian tetapi dalihnya bisa saja karena lembaga ini diberi fungsi sebagaimana mestinya dalam bernegara. Kemudian jika belum terlihat perbaikan tentu saja lembaga ini sedang dalam proses penyempurnaan sebagaimana orang sakit yang dikagetkan dengan obat-obatan yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh obat itu.
Namun jika korupsi tersebut tidak bisa diminimalisir dalam kurun waktu yang lama maka diperlukan perbaikan mentalitas dan moralitas anak bangsa yang dipilih langsung oleh rakyat. Beberapa pilihan yang dapat diintervensi masing-masing sebagai berikut :
Pertama, partai politik dimana Perubahan kualitas lembaga wakil rakyat tentu sangat bergantung pada partai politik. Oleh karena itu penekanan terhadap partai politik perlu diintensifkan oleh pemerintah agar partai berkemampuan dan bertanggung jawab penuh terhadap referensi kadernya untuk menjadi caleg yang merupakan calon atau kandidat yang akan mengisi kursi parlemen.
Kedua, memperbanyak lembaga ekstra parlemen dengan kehadiran  lembaga-lembaga organisasi rakyat yang berkonsentrasi mengawasi lembaga pemerintahan dan aparaturnya yang berpotensi melakukan korupsi.
Ketiga, memperbanyak media-media baik cetak maupun online serta wartawan yang memberitakan kasus korupsi secara intensif di setiap daerah demi terkuaknya kasus-kasus korupsi tersebut kehadapan publik.
Keempat, memberikan pendidikan sosial terhadap wawasan anti korupsi dan wawasan sosial mungenai pengenalan prilaku korupsi secara merata kepada masyarakat.