Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Ada banyak cara para pimpinan politik menghidupkan pengaruhnya untuk merebut kekuasaan dalam suatu negara. Mereka yang memiliki ilmu politik yang dalam tentu akan menggunakan ilmu politiknya secara optimal dan mengajarkan pengikutnya dengan ilmu politik yang tujuan utamanya merebut kekuasaan.
Perhatikanlah mereka yang berasal dari militer tentu saja  akan menggunakan sistem komando dalam berpolitik,  manajemen yang mereka gunakan mudah ditebak tentu saja mereka mengajak rakyat menjadi anak buahnya atau orang yang kapan saja bisa diperintahkan untuk mencapai tujuan organisasi politiknya. Lalu apa saja modal (politic of capital) yang digunakan untuk mempengaruhi orang lain supaya mengikuti tujuan politiknya, antara lain sebagai berikut :
Pertama, sebahagian mereka berangkat dari latar belakang tentara berprestasi dan sukses memperoleh peran dan finansial dalam hidupnya. Biasanya dilalui melalui berbagai jabatan dalam birokrasi ketentaraannya. Dari pelaksanaan tugas-tugas disetiap jabatan itu mereka memiliki bawahan yang dalam hukum militer disamakan dengan anak buah atau yang mengikuti perintahnya. Setelah sampai dipuncak karirnya tentara ini masuk dalam tataran sebagai salah seorang pembuat keputusan dalam negara (Desicion Maker) tentu saja pada bidang tugasnya keamanan nasional.
Mulai dari pangkat Kapiten, Mayor dan seterusnya hingga Jenderal ia mengumpulkan anak buah yang setia dan berjasa kepadanya. Dari akumulasi pengikutnya yang banyak kemudian ia berpikir untuk lebih berkuasa (kecenderungan alami manusia). Ketika harga dirinya terganggu, ketika kenayamanannya terusik, ketika ia kurang dihargai maka sudah pasti timbul keinginan untuk membangun politik untuk bisa berperan optimal dalam making desicion dalam suatu negara. Lalu sudah pasti ia akan mencari jalan yang praktis untuk kekuasaan politik. Dari situlah kebanyakan petinggi militer di Indonesia mendirikan partai politik atau menguasai partai politik. Kecenderungan seperti ini terjadi tidak hanya dinegara kita tetapi disemua negara yang kepemimpinan sipilnya lemah. Para petinggi militer ini melihat masih berpeluang rakyat itu diperintah dengan sistem komando (Military Sistem).
Kedua, di negara-negara yang politik sipilnya maju pengikut politik itu berada pada tataran pemikiran bagaimana logika membangun bangsa dan negara yang kuat dengan kesadaran, tanpa memaksakan kehendak tetapi akumulasi pemikiran yang membentuk suatu kepercayaan (trust).
Pemikir sipil dalam politik hanya berpikir tentang pembangunan kepercayaan (trust building) publik dengan kesadaran kepentingan bersama. Dimana keberadaan suatu bangsa dan negara dapat digunakan untuk membangun kesejahteraan rakyat. Dengan pemikiran dan ilmu ini mereka mengajak rakyat merebut kekuasaan atas kepercayaan (trust) Â terhadap dirinya.
Sipil yang bagaimana yang sampai pada tahapan politik dan mendirikan partai politik? Tentu saja mereka yang terlibat dalam organisasi dan cukup memahami kekuasaan dan ilmu politik. Kemudian mereka memiliki keahlian yang bisa membantu kehidupan banyak orang untuk memperbaiki kondisi hidupnya.
Sementara tahapan proses yang membentuknya tidak ubahnya sebagaimana birokrasi yang dilalui dalam militer. Mereka juga biasanya menguasai ilmu tatanegara, menguasai juga ilmu legislatif yang baik, sehingga konsentrasi mereka hanya pada kualitas untuk membangun kesejahteraan sosial secara terbuka dan tentu mereka memiliki strategi dan trik dalam pengembangan sosial yang lebih baik. Karena mereka memahami kondisi sosial dan permasalahannya pada substansinya maka mereka biasanya memiliki tujuan dalam perubahan sosial yang paling kuat diantara elemen lain yang menjadi pemimpin politik.
Ketiga, Berangkat dari seseorang yang memiliki kekayaan yang besar dan minatnya berkuasa lebih leluasa lalu mereka mendirikan partai politik. Lantas bagaimana mereka pengaruihi rakyat, atau apa alat yang digunakan untuk mengajak orang lain mengikutimya dalam politik? Tentu saja fasilitas dan uang yang mereka bisa melakukan pengabdian, berbuat untuk kepentingan sosial, namun orang-orang mengikuti dirinya karena ingin memperolah uang dari politiknya. Nah ketika ia tidak mampu memberi pada akhirnya para pengikutnya juga hilang bahkan berbalik menyerangnya dan menganggap mereka pelit.
Keempat, seorang pemimpin politik yang ingin mempengaruhi pemilih dengan cara praktis dan berbiaya sangat murah bahkan gratis. Mereka mempelajari fenomena sosial dan melihat keterikatan masyarakat dan kecenderungannya. Biasanya mereka mempelajari budaya, Â adat istiadat dan agama adalah issu yang paling depan dan sangat mudah dipengaruhi dan dipadukan dengan kepentingan politiknya.