Justru karena itu maka partai aliran itu tidak pernah besar dalam sejarah politik Indonesia, mereka selalu berada dibawah, padahal pemimpinnya dikenal strong dalam kepemimpinan. Jikapun dilakukan survey oleh suatu lembaga mereka disebut berkembang tetapi besarannya pasti berkisar antara angka dua ke angka dua koma yang meyakini rakyat bahwa partai tersebut tidak akan besar.
Saya tidak paham, apakah Indonesia ini dikuasai oleh mafia politik yang tidak mampu di ketahui oleh masyarakatnya sedangkan terget-target politik mereka terus berjalan seumur masa meski terjadi berbagai perubahan di negara ini.
Lalu jika hasil dukungan rakyat terhadap jenis partai poitik maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa masyarakat begitu normatif dan matang dalam kacamata politik.
Artinya mereka pimpinan partai politik yang cerdas gagal menggunakan rakyat sebagai alat politik untuk kekuasaan. Karena apa?
Karena jumlah warga beragama adalah potensi dalam politik, maka partai politik melakukan eksploitasi terhadap suatu agama untuk mendapat dukungan warganya. Demikian pula aliran, misalnya dalam Islam ada NU dan Muhammadiyah dan ada partai dalam kandungan organisasi aliran tersebut. Jumlah kursi sudah pasti akan lebih dapat diperjelas meski tidak secara total tetapi besarannya tidak akan signifikan bertambah maupun berkurang. Karena partai politik memilih posisi aman dengan masa kaptifnya dalam menghadapi pemilu.
Padahal pandangan politik ini bertentangan dengan konsep demokrasi yang sesungguhnya. Pemimpin politik aliran menggunakan sistem feodalis sementara demokrasi berlawanan dengan konsep kepemimpinan feodalisme. Karena itulah masa kaptif itu dalam politik hanya memberi bobot 20 persen dan mengorbankan bobot lainnya 80 persen dalam politik.
Lalu apa yang lebih ideal dan bijak digunakan dalam melihat dukungan politik? Jawabnya adalah "Daya Ungkit" tetapi tidak semua pemimpin berani bertaruh dengan daya ungkit karena hal ini adalah mempengaruhi politik secara murni.
Secara gamblang perbedaan partai politik aliran dan partai terbuka itu mudah, Partai terbuka meminta dukungan politik kepada seluruh rakyat Indonesia, sementara partai aliran meminta dukungan kepada warga NU atau Muhammadiyah. Potensi mana yang lebih besar tentunya tidak perlu cerdas memahaminya.
Secara lebih spesifik tulisan ini ingin menitip pesan kepada warga masyarakat Indonesia yang mendirikan partai politik agar berani lepas dari berbagai aliran yang mengikat politik sehingga rakyat Indonesia bisa belajar politik yang normatif.
Sekian
Sumber Gambar : Kompas.com