Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Mendengar kata politik masih banyak diantara kita merasakan neg, bahkan masih banyak yang menunjukkan apresiasi dengan perkataan yang tidak lumrah. Banyak warga masyarakat yang menganggap politik sebagai pintu masuk ke neraka.
Suatu ketika saya sedang ngobrol disuatu kaffe di Kota Banda Aceh, seperti biasalah banyak teman bergabung termasuk teman dari anggota parlemen daerah. Karena kebanyakan bukan dari anggota partai maka mereka bebas bicara bahkan mereka tidak peduli karena meski ada anggota parlemen mereka lebih mengedepankan persahabatan. Salah seorang tiba-tiba menyampaikan informasi bahwa ada partai baru dan mencari calon pengurus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Salah seorang lainnya menanggapi dengan kalimat dan ekspresi yang negatif.
Walah,,,,partai lagi, gak usah bicara partai politiklah, muak kita mendengarnya, najis,,,ini grub persahabatan, gak usah politik-politiklah! Cetusnya. Saya pun ikut terbahak tapi bukan karena lucu tetapi karena keluguan dan ketidakpahaman teman tersebut tentang poitik itu sendiri.
Berikut saya sempat menambah pertanyaan, untuk apa politik, kalau bank, tanah, kebun sawit, pabrik minyak, pabrik kebutuhan makanan, mall dan lain-lain milik bangsa asing, sementara kita nonton di bioskop saja tidak tidak bisa, jangankan memilikinya.
Wah,,,bioskop itu dilarang di kota kita yang bersyariat Islam, sahutnya.
Oo,,,iya, ya. Maka di Arab di Malaysia, Brunai Darussalam gak ada bioskop ya, kata saya meski sambil tertawa, sesunggguhnya sedang mengoloknya. Kawan itupun diam sambil memperbaiki posisi pecinya.
Karena kita tidak bisa meluruskan cara pikir warga maka jika ada kalimat warga masyarakat yang menyudutkan politik dengan kalimat minus seperti " Kalau mau ke neraka maka pintu yang paling efektif itu ya masuk ke partai politik"
Padahal politik itu adalah suatu ilmu yang komprehensif dan menuntut keseriusan dari pelakunya. Politik di tingkat atas dapat membawa perubahan kehidupan masyarakat yang lebih baik melalui kebijakan pemerintah jika hal itu dikuasai oleh mereka yang baik dan benar. Politik juga dapat membebaskan mentalitas masyarakat terjajah pada suatu bangsa.
Jadi politik bukan sebatas mengurus selokan dan jalan ditingkat masyarakat bawah. Tapi bagaimana mengelola sistem kehidupan, sementara hal-hal teknis dan operatif yang berlaku dalam masyarakat kita hanyalah sebatas residu dari kebijakan yang sangat kecil dari politik.
Jika warga masyarakat belum memahami politik maka pekerjaan mengurus selokan, aspal jalan, parit, menyumbang ke mesjid dianggap pekerjaan politik. Oleh karena itu banyak dari kontraktor dan konsultan pembangunan gedung dan jalan dipilih menjadi anggota parlemen oleh rakyat karena mereka dianggap sudah berpolitik, he he he,,,,,