Karena pada sektor kepemimpinan pemerintahan semakin diketahui rakyat dalam pengelolaan yang bobrok maka kita kuatir ketika rakyat paham pada bidang-bidang lain maka akan terjadi gerakan untuk mengobrak-abrik secara terang-terangan, karena sistem sebaik apapun jika mentalitas pelakunya orang Indonesia kesimpulannya tetap saja berantakan. Kalau kesimpulannya sudah demikian, apa yang ditunggu oleh rakyat pada negara ini.
Setelah terjadi reformasi tidak cukup kuat untuk memperbaiki kondisi negeri ini, tentu saja para tokoh-tokoh rakyat akan berpikir pada tahapan yang lebih maju dalam pembenahan sosial, bisa saja mengarah pada Revolusi Sosial atau Revolusi Bangsa Indonesia yang mulai digadang-gadangkan. Perubahan ini menjadi salah satu alternatif untuk menjawab sebahagian besar rakyat yang memahami negara.Â
Ketika rakyat menanyakan, untuk apa negara ini jika hanya bisa membangun kemelaratan, kesusahan bagi rakyatnya dan mewujudkan tujuan bernegara menjadi stagnan baik pemerintah sendiri maupun rakyat yang merasakan hidup dibawah kepemimpinan negara.
Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab oleh pemerintah dan secara normal rakyat yang sehat jasmani maupun rohaninya serta mumpuni sebagai warga negara sudah seharusnya mempertanyakan manfaat negara bagi rakyat dan manfaat pemerintah bagi rakyat. Beberapa hal penting itu maka dapat sederhanakan dalam beberapa pertanyaan mendasar, diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama, Apa alasan negara ini meminta rakyatnya bertahan dalam bernegara, jika tujuan bernegara tidak beranjak dalam memperbaiki kesejahteraan hidup rakyat.
Kedua, Apa yang diharapkan rakyat kepada pemerintah setelah mereka memilihnya, alasan apa yang mengharuskan rakyat bersabar agar pemerintah bisa mewujudkan cita-cita negara dan harapan rakyat yang telah lama menunggu.
Ketiga, Kapasitas dan kualitas pemimpin mulai presiden, para menterinya, gubernur, bupati dan walikota jika sama dengan kualitas rakyat itu sendiri maka kemahiran atau keahlian apa yang bisa diharapkan kepada stakeholder ini untuk menuntun perubahan kehidupan rakyat.
Keempat, Jika rakyat diharapkan berpartisipasi dalam bernegara dengan memilih para pelayannya, sementara yang dipilih justru hanya terangkat statusnya sebagai orang mapan baru, kemudian secara perlahan menjadi tuannya atau majikan rakyat. Kemampuannya hanya memberi bantuan dan sedekah, bayar zakat yang dianggap pemimpin dermawan. Lantas pembangunan apa yang sesungguhnya sedang direncanakan dan lakukan dalam kekuasaan puluhan tahunan untuk rakyat.
Kelima, Jika pemerintah sekedar bekerja, justru menjadi aneh jika pekerjaan itu sebatas rutinitas penanganan administrasi negara, bahkan pemerintah seakan tenggelam dan larut dalam urusan rutinnya sehari-hari yang sebatas mengatur kertas kerja kuning, merah dan putih untuk pertinggal sebagai bukti. Sementara yang dibutuhkan rakyat adalah kehadiran pemimpin untuk bisa memberi pendidikan dan mengarahkan kehidupannya yang memprihatinkan.
Dalam kehidupan rakyat yang mendasar masih menghadapi masalah yang memprihatinkan, ditambah dengan penataan atas hak-hak oeganisasi rakyat juga mengalami dinamika yang menggerus nilai-nilai soliditas kebangsaan, hal-hal yang kecil menjadi besar, masalah-masalah yang tidak urgen dihadapkan dengan negara sehingga terjadilah riuh, kocar-kacir menyeluruh.Â
Jika pemerintah membawa negara sibuk mengawal kekuasaan dengan sentimen-sentimen dan nilai kekuatan politik bukannya fokus pada pembangunan rakyatnya, Â Lalu rakyat menaruh harapan apa terhadap keberadaan negara ini.