Oleh : Tarmidinsyah AbubakarÂ
(Goodfather)
Perguruan Tinggi di Aceh jangan lagi manghasilkan manusia lemah mental dalam masyarakat. Mahasiswa mendapat pendidikan dari tenaga pengajar sewajarnya menjadi teman dalam belajar.
Karena dosen itu bukan sebagai akhir dari pengetahuan mahasiswa, bahkan kebanyakan dosen pengetahuannya lebih rendah dari mahasiswa.
Kita banyak mendapat keluhan dari mahasiswa mahasiswi yang masih mengajar dengan cara-cara ketinggalan jaman dimana ia mengedepankan posisinya sebagai dosen yang harus didengar secara keseluruhan oleh mahasiswanya.
Karena itulah maka positioning dosen berbahaya dalam konteks pembangunan masyarakat merdeka di daerah khususnya di Aceh.
Kalau tingkat mahasiswa-mahasiswi yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi saja masih belajar dalam tekanan akibat prilaku dosennya maka bayangkanlah bagaimanakah tingkat siswa di sekolah dasar, menengah pertama dan menengah atas.
Hipotesa di daerah dengan sumber daya masyarakat lemah dan lembaga pendidikannya tergolong cukup adalah; ada kesalahan dalam sistem pendidikan umum mereka.
Masalahnya tidak lain adalah pada tenaga pengajar atau dosen yang memposisikan diri sebagai penguasa karena mereka memiliki kunci kewenangan dalam memberi nilai mahasiswa-mahasiswinya.
Fenomena ini bisa dapat kita lakukan dengan melakukan wawancara tertutup dan rahasia pada mahasiswa di beberapa Perguruan Tinggi, terutama di sekolah-sekolah kejuruan. Apalagi dosen berjenis kelamin perempuan yang lebih-lebih memiliki sikap sentimentil dengan mahasiswinya.