Listrik murah dan ramah lingkungan ini berdampak positif bagi masyarakat. Dana untuk membeli bahan bakar bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain, memajukan pendidikan karena anak-anak bisa belajar dengan baik di malam hari, memudahkan akses informasi melalui saluran televisi, hingga meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kegiatankegiatan produksi skala kecil yang menghasilkan pendapatan tambahan.
Pembangunan PLTMH di daerah pedesaan tidak lepas dari peran kolektif masyarakat itu sendiri. Merekalah yang mengelola secara mandiri dan membentuk lembaga pengelola, sehingga PLTMH bisa menjadi wahana belajar bagi masyarakat untuk memperkuat kebersamaan melalui aksi-aksi kolektif.
Mereka tidak ingin kerja kerasnya menjadi sia-sia. Mereka sadar ketersediaan air erat kaitannya dengan hutan. Komitmen menjaga kelestarian hutan dirawat secara kearifan lokal.
Satu sama lain saling mengingatkan dan menjaga agar terbangun rasa tanggungjawab bersama, walau tidak dituangkan secara tertulis. Karena itu, tidak mengherankan di areal PLTMH hutan primer terjaga dengan baik. Bahkan pohon-pohon baru banyak ditanami di areal PLTMH.
Setidaknya terdapat empat lokasi hutan primer dikampungnya yang harus mereka jaga dan pelihara, karena itu, ekspansi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ingin membuka lahan di Gurung Mali selalu mereka tolak.
Sebetulnya wacana pembangunan PLTMH telah dimulai sejak tahun 2001, sumber airnya dari sungai alam sekitar, warga sekitar bahkan sudah sempat membantu mengerjakan, serta hasil pekerjaan juga telah dilaporkan ke pihak kecamatan. Bahkan pemerintah setempat berencana untuk ikut memberikan bantuan, namun ditengah jalan akhirnya terjadi penundaan.
Pembangunan PLTMH akhirnya bisa terwujud pada 2006 dengan dikerjakan swadaya. Dampak positif pembangunan PLTMH bukan hanya untuk penerangan yang dirasakan. Lima bulan setelah PLTMH yang dirintis akhirnya berhasil beroperasi, kunjungan dari berbagai tempat  berdatangan ke Desa Gurung Mali. Bupati Sintang saat itu Milton Crosby, bahkan ikut menyempatkan melihat PLTMH. Kemudian perwakilan berbagai kabupaten di Kalbar menyusul datang silih berganti untuk studi banding dalam pembuatan dan pengelolaan PLTMH.
Tamu mancanegara pun mulai berdatangan ke dusun Tem'bak pada tahun 2011. Kurun waktu tahun 2011-2013 bahkan mulai ada yang sengaja datang untuk sekolah alam. Mereka antara lain pelajar dan mahasiswa dari Australia, Jepang juga dari berbagai wilayah Eropa.
Rintisan warga Desa Gurung Mali mengembangkan PLTMH ikut memunculkan kemajuan ekowisata. Seiring banyak tamu berdatangan ingin melihat kondisi hutan. Kedatangan itu secara tidak langsung menjadi pasar ekonomi bagi tanaman buah-buahan yang dihasilkan masyarakat Gurung Mali. Kerajinan tangan berupa boneka orang utan sebagi ikon oleh-oleh Gurung Mali bahkan sangat diminati oleh banyak tamu mancanegara.
Keberadaan PLTMH betul-betul berdampak positif bagi masyarakat sekitar Gurung Mali. Karena itu mereka menjadi kian termotivasi untuk menjaga hutan sekitar agar kincir PLTMH yang dibangun tetap bisa berputar. Masyarakat setempat sangat berkepentingan dengan kelestarian hutan karena merupakan penopang utama keberlangsungan PLTMH yang dibangun secara swadaya.
Dimasa awal, semua dikerjakan dengan swadaya. Tapi semua rasa terbayar dengan menyalanya listrik. Energi hijau PLTMH banyak memberikan manfaat dan sangat cocok dikembangkan di daerah terpencil, ekosistem alam menjadi terpelihara dan terjaga.