Reputasi Bima, Nusa Tenggara Barat sebagai daerah penghasil jagung, mulai ternodai. Saat ini, meruap aroma kejanggalan dalam program pengadaan bibit jagung yang didistribusikan pemerintah pusat untuk masyarakat petani di Kabupaten Bima.
Dugaan penyelewengan itu terungkap beberapa waktu lalu, ketika legislator dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat II di wilayah itu, menemukan indikasi yang mengarah kepada dugaan korupsi dalam program swasembada pangan di tahun anggaran 2018. Indikasi itu ditemukan berdasarkan hasil penelusuran lapangan mereka. Bahkan diduga, sudah ada penyimpangan yang dilakukan secara sengaja, hingga bisa menimbulkan kerugian negara.
Sumber:Â Gatra
Dugaan penyelewengan itu sendiri terjadi pada perbedaan varietas bibit jagung yang diusulkan dengan yang diterima masyarakat.
Beberapa waktu lalu, petani jagung di Bima mengusulkan bantuan varietas bibit yang sesuai dengan mutu dan kualitas lahan pertanian di Bima, yakni jenis BISI 18. Usulan disampaikan ketika pemerintah melakukan identifikasi lapangan. Namun pada saat pendistribusian, masyarakat petani malah menerima varietas bibit jagung yang berbeda dari yang diusulkan seperti jenis Premium 919, Bioseed, BISI 2, Bima Uri, dan Bima Super.
Akibat bantuan yang berbeda dengan kiriman, maka banyak masyarakat petani di lapangan yang menolak untuk melakukan penanaman. Bahkan ada juga yang mengembalikan jatah bibit jagung tersebut kepada pemerintah. Ada juga yang hanya menyimpan bibit jagung, atau bahkan membeli bibit lain dengan uang sendiri.
Keengganan masyarakat petani Bima menanam bibit bantuan pemerintah itu karena tanamannya tidak cocok dengan karakter tanah di sana. Selain itu, harga pasar untuk varietas bibit jagung BISI 18 usulan masyarakat petani, jauh lebih mahal dibandingkan yang telah didistribusikan pemerintah.
Selisih harga ini, kemudian dianggap jadi penyelewengan. Muncul pula dugaan bahwa ada pihak rekanan pemenang tender pengadaan yang membeli varietas bibit jagung hanya berdasarkan usulan dari Dinas Pertanian bukan berdasarkan usulan masyarakat petani.
Agar persoalan jagung ini terang benderang, aparat hukum, dinas pertanian atau bahkan pihak Kementerian Pertanian harus memberikan klarifikasi. Sehingga masyarakat bisa mendapat informasi yang berimbang, dan juga mencegah agar dugaan penyimpangan itu tidak benar-benar terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H