Tidak selamanya kubu beda haluan politik itu saling berseberangan. Kondisi itu tampak pada efek pasca debat calon presiden pekan lalu. Baik kubu pendukung calon presiden petahana, Joko Widodo, maupun kubu pendukung calon presiden penantang, Prabowo Subianto, sama-sama menyoroti kinerja pertanian kita yang kedodoran sehingga harus impor produk pertanian.
Kubu pendukung Joko Widodo yang diwakili oleh Johnny G. Platte asal partai Nasdem berpendapat bahwa impor pangan saat ini terjadi karena konversi lahan pertanian yang mencapai 30 persen.
Di kubu penantang, Mardani Ali Sera dari Partai Keadilan Sejahtera menilai bahwa kinerja sektor pertanian masih memprihatinkan. Menurut dia, program swasembada pangan belum terwujud, bahkan luas lahan pertanian terus mengalami penyusutan. Sorotan tambahan dari kubu oposisi adalah gagalnya target swasembada pangan, buruknya manajemen penyaluran pupuk bersubsidi, dan kesejahteraan petani belum terangkat sepenuhnya.
Fenomena unisono koalisi dan oposisi terkait kinerja pertanian ini patut diapresiasi. Karena kedua belah pihak sama-sama terlihat concern terhadap sektor pertanian kita. Terlepas dari apa pun latar belakang keberpihakan politik mereka masing-masing.
Konversi atau penyusutan lahan ini dianggap sebagai biang kerok yang diam-diam menggerus produktivitas sektor pertanian kita. Dalam jangka panjang, bila produksi pangan terus berkurang dan kebutuhan naik maka harga produk pangan di pasaran akan tinggi.
Presiden Joko Widodo juga sudah berupaya mengerem dan melawan alih fungsi lahan ini. Tahun 2015 lalu, ia memerintahkan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menggiatkan program cetak sawah. Sayangnya, hingga akhir tahun 2017 sawah yang tercetak baru sebesar 160 ribu hektare. Masih sangat jauh dibandingkan dengan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015---2019 sebesar 1 juta hektare di luar pulau Jawa.
Ketidakmampuan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dalam program cetak sawah ini, kemungkinan besar, menjadi penyebab utama dari membesarnya impor berbagai komoditas pangan belakangan ini. Seperti yang baru-baru ini terkabarkan, bahwa Mentan Amran mengajukan lagi ijin impor jagung sebesar 30 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak.
Tanpa ada kemajuan signifikan dari program cetak sawah Kementerian Pertanian, sepertinya kita akan terus tersandera impor pangan. Bila kemarin Kementan sudah mengajukan impor jagung, bukan tidak mungkin ke depannya mereka akan mengajukan impor komoditas pertanian lainnya.