Pengumuman Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terkait luas lahan pertanian kemarin memang tidak enak didengar. Pada 2018 ini terjadi pengurangan 7,1 juta hektare lahan pertanian. Ngerinya lagi, laju pengurangan itu tidak akan melambat, melainkan akan terus bertambah. Diperkirakan, rata-rata terjadi pengurangan luas lahan pangan sebesar 120 hektare per tahun.Â
Pengurangan yang cukup signifikan tersebut dikarenakan banyak lahan sawah yang ternyata sudah beralih fungsi. Ada yang berubah menjadi pusat perbelanjaan dan ada yang menjadi bangunan lain.
(Sumber informasi)
Makin sempitnya lahan pertanian ini juga bisa jadi peringatan pada pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian (Kementan) bahwa luas sawah kita semakin berkurang. Butuh upaya lain dan lebih keras lagi untuk menggenjot produksi pangan kita.
Kementan juga perlu melakukan evaluasi serius terkait implementasi kebijakan yang diambil. Mulai dari kebijakan cetak sawah hingga program intensifikasi seperti pupuk, benih serta peningkatan kesejahteraan petani belum berjalan dengan optimal.
Evaluasi komprehensif terhadap anggaran dan hasil (output) kinerja Kementerian Pertanian perlu dilakukan guna menghindari terjadinya pemborosan anggaran. Karena anggaran untuk berbagai program kedaulatan pangan selama tiga tahun ini terlihat sangat besar.
Untuk diketahui, di tahun 2015, Kementerian Pertanian mengalokasikan Rp16,86 triliun untuk berbagai program kedaulatan pangan. Di tahun itu juga, alokasi dari APBN untuk keseluruhan kegiatan Kementerian Pertanian mencapai Rp32,80 triliun.
Selama tiga tahun terakhir ini dana untuk Kementerian Pertanian memang tidak bisa dibilang kecil. Total dari 2015---2017, dana sebesar Rp84,58 triliun telah digelontorkan pemerintah ke kementerian tersebut untuk operasional dan berbagai program. Di 2018, APBN pun mengucurkan dana ke Kementerian Pertanian sebesar Rp22,6 triliun.Â
Hingga akhir tahun 2017 sawah yang tercetak baru sebesar 160 ribu hektare. Masih sangat jauh dibandingkan dengan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015---2019 sebesar 1 juta hektare di luar pulau Jawa.Â
Tidak tercapainya target RPJMN inilah yang seharusnya menjadi perhatian presiden sebagai bahan evaluasi kinerja Kementerian Pertanian. Sebab melesetnya target, sangat mungkin terjadi karena sang menteri yang menjadi pelaksananya tidak mampu menerjemahkan rencana sang kepala negara.