Selain hadist tersebut, terdapat banyak contoh lain dari kehidupan Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan sikap toleransi beliau. Misalnya, ketika Nabi menerima tamu dari Nasrani Najran dan mengizinkan mereka untuk beribadah di masjid Nabawi. Tindakan ini menunjukkan bahwa Nabi sangat menghormati hak-hak beribadah orang lain, meskipun berbeda keyakinan. Sikap ini menjadi teladan bagi umat Islam dalam berinteraksi dengan penganut agama lain dengan penuh penghormatan dan kerukunan.
Kitab Turats, yang merujuk pada berbagai kitab klasik yang ditulis oleh ulama-ulama besar dalam sejarah Islam, juga banyak membahas tentang pentingnya toleransi. Misalnya, dalam kitab "Ihya' Ulumuddin" karya Imam Al-Ghazali, dijelaskan tentang akhlak dan etika dalam berinteraksi dengan sesama manusia, termasuk dengan mereka yang berbeda agama. Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar dalam sejarah Islam, menekankan bahwa akhlak mulia adalah fondasi dari setiap hubungan antar manusia, baik itu sesama Muslim maupun dengan non-Muslim.
Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya berperilaku baik dan adil terhadap semua orang, tanpa memandang latar belakang agama atau etnis mereka. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai toleransi telah menjadi bagian integral dari tradisi keilmuan dan spiritualitas Islam. Dalam karya-karyanya, Al-Ghazali sering kali mengutip contoh-contoh dari kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang menunjukkan sikap ramah, adil, dan toleran terhadap semua orang. Misalnya, dalam salah satu bagian kitabnya, ia menjelaskan bahwa seorang Muslim yang baik harus mampu hidup berdampingan dengan siapa pun dengan sikap yang penuh hormat dan kasih sayang.
Kitab Turats lainnya, seperti "Tafsir Al-Jalalain" dan "Al-Muwafaqat" karya Imam Al-Syatibi, juga menggarisbawahi pentingnya prinsip toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Para ulama tersebut menegaskan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk selalu mencari jalan tengah dan bersikap moderat dalam segala hal, termasuk dalam berhubungan dengan orang yang berbeda keyakinan. Prinsip ini dikenal sebagai 'wasatiyyah', yang berarti jalan tengah atau moderasi. Prinsip wasatiyyah ini menekankan bahwa Islam menolak segala bentuk ekstremisme dan mendorong umatnya untuk selalu mengedepankan sikap toleran dan saling menghormati.
Toleransi dalam Islam bukanlah konsep yang baru atau asing. Prinsip ini telah tertanam dalam ajaran Al-Qur'an dan Hadist yang menjadi landasan bagi umat Muslim dalam berinteraksi dengan sesama manusia. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran ini, umat Islam dapat membangun masyarakat yang harmonis dan saling menghormati, sesuai dengan tuntunan agama yang penuh dengan kasih sayang dan keadilan. Melalui penerapan nilai-nilai toleransi, Islam menunjukkan wajahnya yang damai dan inklusif, mengajak seluruh umat manusia untuk hidup dalam kedamaian dan kerukunan tanpa memandang perbedaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H