Siapa tidak kenal Bali. Ketika nama pulau dewata ini terdengar, benak langsung terbayang liburan. Pasir putih, pantai, hamparan sawah, dan pemandangan indah.
Imaji pariwisata itu sudah sedemikian lekatnya dengan Bali, sehingga membawa dampak pada perubahan sendi kehidupan masyarakat di Bali. Sektor pariwisata kini terus menekan pertumbuhan sektor pertanian Bali. Data-data yang ada juga menunjukkan bahwa kontribusi pertanian terhadap ekonomi Bali terus mengalami penurunan.
Padahal salah satu imaji yang muncul ketika terucap kata Bali, adalah hamparan sawah yang sangat ikonik.
Tapi apa daya, sektor pertanian di pulau itu kini mengalami penurunan. Pada tahun 2010 kontribusi lapangan usaha pertanian dalam arti luas terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali yaitu 17,17 persen. Selanjutnya, kontribusi ini terus menurun hingga tahun 2018 menjadi hanya 13,81 persen.
Penurunan kontribusi ditengarai sebagai akibat dari lahan pertanian yang semakin berkurang akibat derasnya alih fungsi lahan, antara lain untuk pembangunan sarana prasarana pariwisata.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Bali pada tahun 2018 adalah 6,35 persen. Ini merupakan prestasi, karena pertumbuhan itu melampau pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada kisaran 5 persenan. Tapi sayangnya, tingkat kemiskinan Bali pada September 2018 yaitu 3,91 persen dan merupakan terendah kedua se-Indonesia setelah DKI Jakarta. Sedangkan tingkat pengangguran Bali masih 1,37 persen, dan menjadi yang terendah se-Indonesia.
Menurut keterangan pejabat setempat, usaha menggenjot sektor pertanian di Bali sudah dilakukan. Misalnya memberi dukungan di hulu, mulai dari bibit, pupuk dan sebagainya. Lalu di hilir, ada bantuan mengembangkan industri pengolahan makanan yang berasal dari bahan baku sayuran, semangka dan sebagainya.
Keseimbangan antara hulu dan hilir itu juga diupayakan dengan terbitnya Pergub Nomor 99 Tahun 2018 tentang pemanfaatan dan pemasaran produk pertanian, perikanan dan industri lokal. Bahkan, setiap minggu sudah diadakan pertemuan dengan beberapa kelompok tani.
Tapi mungkin upaya itu belum maksimal. Atau mungkin juga, sektor pertanian sudah tidak menarik lagi. Karena fenomena pertanian yang semakin ditinggalkan itu terjadi dimana-mana. Khususnya di kalangan anak muda. Regenerasi petani adalah masalah yang akan terus menghantui produksi pertanian kita.
Kita tidak ingin Bali menanggalkan keunggulannya di bidang pariwisata. Tapi alangkah baiknya bila pertanian juga tidak ditinggalkan. Setidaknya ada keseimbangan. Karena bagaimanapun juga, Bali merupakan salah satu lumbung beras di luar Jawa. Selain itu, siapa yang bisa lupa karakter sawah Bali yang bertingkat-tingkat. Jangan sampai pertanian di Bali ditelantarkan, sehingga gambaran sawah Bali hanya tinggal kenangan yang Cuma bisa kita nikmati di lukisan.