Pada semester II tahun lalu, seperti ada anomali pada data jagung di Indonesia. Kementerian Pertanian mengklaim Indonesia surplus jagung hingga 12,9 juta ton, tapi malah membuka impor. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro menjelaskan, urusan impor bukan sekadar jumlah produksi dan konsumsi.
Ternyata, setelah beberapa bulan berselang, klaim Kementan itu dibantah oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Menurut kantor Darmin Nasution itu, ternyata Kementan salah dalam menghitung data komoditas jagung. akibatnya kita sudah lihat sendiri. Indonesia membuka impor jagung kering untuk bahan baku pakan ternak sebanyak 280 ribu ton, pada semester II-2018. Padahal, Kementan mengklaim produksi jagung kita surplus.
Secara lebih rinci, kantor Menko Perekonomian menjelaskan bahwa Kementan tak memperhitungkan masa paceklik dan kebutuhan industri dalam menyusun data stok jagung. Ada hal-hal yang tidak terukur pendataan atau belum tersistem dengan baik. Misalnya saat mengukur penyerapan potensi jagung dalam negeri, kebutuhan industri menengah ke bawah tidak dihitung secara cermat. Tak heran bila kemarin para peternak rakyatlah yang berteriak lantaran tidak bisa memperoleh jagung untuk bahan pakan ternak mereka.
Karena di Indonesia ini, pabrik pakan terkonsentrasi di beberapa tempat seperti Jawa atau Lampung. Sedangkan sentra produksi jagung tersebar luas di sekujur nusantara. Sialnya lagi, ongkos transportasi dari luar negeri justru lebih murah dari pada dalam negeri. Maka, impor pun jadi pilihan.
Kini, di saat panen raya jagung mulai berlangsung, sudah seharusnya pemerintah menyimpan stok untuk persediaan di masa paceklik. Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman tidak perlu buru-buru menyatakan akan mengekspor jagung karena stok kita berlebih.
Berkaca dari pengalaman tahun lalu, klaim surplus dan ekspor itu justru menjadi bumerang bagi pemerintah sendiri. Oleh karena itu, kalaupun memang stok jagung kita melimpah, alangkah baiknya bila itu kita simpan untuk kebutuhan kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H