Pemikiran Iluminasi Syurowardi, atau juga dikenal sebagai Suhrawardi, merujuk kepada ajaran filsafat yang dikembangkan oleh Abu al-Najib al-Syahrastani, seorang filsuf Persia abad ke-12. Syurowardi mengusulkan serangkaian konsep dan pandangan filosofis yang menggabungkan elemen-elemen dari filsafat, mistisisme, dan agama.
Salah satu aspek penting dari pemikiran Iluminasi Syurowardi adalah konsep "hikmah al-ishraq" atau "kebijaksanaan terang". Konsep ini merujuk pada pencarian dan pemahaman tentang kebenaran melalui cahaya dan pencerahan. Syurowardi berpendapat bahwa pemahaman yang mendalam dan transenden tentang realitas dapat dicapai melalui pengalaman intuitif dan pencerahan batin.
Syurowardi juga mengajukan konsep "alam khayal" atau "alam imajinasi". Menurutnya, alam khayal adalah tingkat realitas yang terletak di antara dunia materi dan dunia spiritual. Alam khayal ini merupakan dunia batiniah di mana jiwa dapat mengalami pengalaman-pengalaman spiritual dan menghubungkan diri dengan asal usul rohani.
Selain itu, Syurowardi mengembangkan konsep "fana fi al-wujud" yang mengacu pada pengalaman "hancurnya diri dalam keberadaan" atau "pembentukan diri yang transenden". Konsep ini melibatkan penghapusan ego dan penyatuan dengan Tuhan atau hakikat yang lebih tinggi. Melalui fana fi al-wujud, individu dapat mencapai pengalaman mistik dan kesatuan dengan keberadaan mutlak.
Inti ajaran falsafat iluminasi (Isyraqi) adalah tentang esensi cahaya, yang merupakan sifat dan penyebaran cahaya itu sendiri. Tuhan dianggap sebagai Cahaya yang disebut Nur al-Anwar oleh Suhrawardi. Cahaya dianggap sebagai penggerak utama alam semesta, sedangkan alam semesta dipandang sebagai sebuah proses penyinaran raksasa, di mana segala bentuk kehidupan berasal dan dimulai dari Prinsip Utama Yang Esa (Tunggal). Cahaya ini dianggap sebagai sumber segala sumber, yang tidak ada yang bisa disamakan dengan kedudukannya. Cahaya merupakan esensi yang paling terang dan paling nyata, sehingga tidak mungkin ada sesuatu yang lebih terang dan lebih jelas dari cahaya itu. Pendapat ini sejalan dengan pemikiran Ibn Sina tentang Wajib al-Wujud. Suhrawardi juga berpendapat bahwa Tuhan tidak bisa dikaitkan dengan atribut atau substansi tertentu, karena hal itu dapat mengurangi kesatuan Tuhan. Oleh karena itu, Cahaya Pertama haruslah Satu (Esa, Tunggal), baik dalam zat maupun sifat-Nya.
Cahaya memiliki peran penting dalam filsafat iluminasi sebagai simbol. Cahaya tidak dapat diberikan definisi yang pasti karena ia merupakan realitas yang paling nyata. Cahaya juga merupakan substansi yang terdapat dalam segala substansi baik yang materi maupun yang tidak materi. Ilmu cahaya mempelajari sifat dan pembiasannya. Menurut filsafat iluminasi, cahaya tidak bisa didefinisikan karena merupakan realitas yang paling nyata dan sekaligus memberikan penampakan kepada sesuatu.
Pengetahuan adalah hadirnya objek yang ingin diketahui. Pengetahuan hanya dapat dicapai melalui mujahadah (upaya spiritual) dan mukasyafah (pengalaman mistis), bukan melalui penalaran logika. Dalam upaya mencari pengetahuan, filsafat iluminasi menggabungkan nalar dan intuisi, menganggap keduanya saling melengkapi. Alat yang digunakan dalam mencapai sumber pengetahuan adalah indera dan akal, dan terdapat sumber pengetahuan lain yang disebut dzauq.
Cahaya dapat membantu seseorang untuk mengenal substansi-substansi materi. Oleh karena itu, Suhrawardi berpendapat bahwa objek akan terlihat ketika terkena cahaya, dan akan kembali ke dalam kegelapan jika cahaya hilang. Secara linguistik, cahaya dapat menggantikan konsep wujud dalam doktrin Plato. Dengan menggunakan cahaya tersebut, seseorang dapat mengenal dirinya sendiri melalui dua metode: pertama, dengan mengenal sesuatu selain dirinya, dan kedua, dengan merenungi diri sendiri secara langsung.
Pemikiran Iluminasi Syurowardi memadukan pengaruh dari filsafat Yunani, agama Islam, dan tradisi mistik Persia. Ia berusaha menyelaraskan antara pengetahuan rasional dan pengalaman spiritual untuk mencapai pemahaman yang lebih luas tentang alam semesta dan tujuan kehidupan manusia.
Meskipun pemikiran Iluminasi Syurowardi tidak sepopuler pemikiran filsafat lainnya seperti Aristoteles atau Plato, konsep-konsepnya masih dipelajari dan dipertimbangkan oleh sejumlah ahli filsafat, khususnya dalam konteks sejarah perkembangan pemikiran Islam dan Persia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H