"Aku tak pernah menanyakan pendapatmu!"
"Kebebalanmu itu merepotkanku Pak Tua." Lelaki muda itu mengeluh.
 "Aku hanya minta tiga hari. Aku janji setelah itu kau boleh lakukan  apa saja padaku. Tapi tolong jangan ganggu aku sekarang ini!" Lelaki tua itu mulai meninggikan nada suaranya. Ia menatap tajam pada lelaki muda itu, memohon pengertian.
Lalu pintu kamar terbuka. Seorang gadis memasuki kamar. Wajahnya gelisah.
"Ada apa Pak Hans? Kenapa bapak berteriak-teriak?" Gadis  itu tampak cemas. Ia melihat ke sekeliling kamar. Tak ada siapa pun. Lelaki tua yang dipanggil Hans itu menggelengkan kepalanya.
"Aku baik-baik saja Asri." Gadis bernama Asri itu menghela nafas. Akhir-akhir ini ia memang sering mendengar Hans bicara sendiri. Ia hanya berpikir bahwa Hans mulai pikun,
"Baiklah. Tapi sekarang sudah waktunya istirahat Pak. Mari kubantu naik ranjang." Asri lalu mendorong kursi roda. Dipapahnya tubuh Hans hingga duduk  di ranjangnya.
"Aku mau berdoa dulu," kata Hans. Asri pun sigap membantu Hans melakukan rutinitasnya itu. Disangganya punggung Hans dengan setumpuk bantal agar ia mendapat posisi yang nyaman. Lalu selama beberapa menit ditungguinya lelaki itu berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Selesai membuat tanda salib, Asri membantu membaringkan tubuh lelaki itu ke ranjang. Lalu diselimutinya perlahan dengan selimut tebal..
 "Asri bagaimana dengan anak-anakku? Adakah kabar dari mereka kapan mereka bisa mengunjungiku?" tanya Hans. Sebuah pertanyaan yang entah sudah yang keberapa kali dilontarkannya pada perawat setianya itu.
"Belum ada Pak Hans, kita tunggu saja ya.." jawab Asri sambil tersenyum.
"Menurutmu apakah mereka baru akan datang kalau aku sudah mati?" tanya Hans lagi.