Mohon tunggu...
Tantri Adelia
Tantri Adelia Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswi

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, Prodi Tadris Bahasa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Analisis Wacana Kritis Dalam Konteks Politik

30 Desember 2024   16:01 Diperbarui: 30 Desember 2024   16:01 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Dalam analisis wacana, terdapat tiga perspektif mengenai bahasa. Pada pandangan
pertama, bahasa dipandang sebagai jembatan antara manusia dengan benda-benda di luar
dirinya. Oleh karena itu, analisis wacana digunakan untuk mendeskripsikan kaidah kalimat,
bahasa, dan pemahaman umum. Wacana diukur dengan mempertimbangkan benar/salah
menurut sintaksis dan semantik (Eriyanto, 2006: 4). Pandangan kedua, subjek merupakan faktor
sentral dalam aktivitas wacana dan hubungan sosial. Oleh karena itu, analisis wacana dipahami
sebagai suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan maksud dan makna tertentu (Eriyanto,
2006: 5). Menurut perspektif ketiga, bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam
membentuk subjek tertentu, topik kewacanaan tertentu serta strategi yang terkait dengannya.
Oleh karena itu, analisis wacana digunakan untuk mengeksplorasi kekuatan yang ada pada
setiap proses linguistik. Analisis wacana ini disebut analisis wacana kritis karena menggunakan
cara pandang kritis (Eriyanto, 2006: 6).

Mengacu pada pendapat Guy Cook, dalam analisis wacana juga memeriksa
konteks dari komunikasi seperti siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan
mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana
perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk masing-masing
pihak. Sehubungan dengan konteks dalam wacana, Fillmore mengungkapkan betapa
pentingnya peran konteks untuk menentukan makna suatu ujaran, bila konteks berubah
maka berubah pula maknanya. Sementara Syafi'ie (1990 dalam Lubis,1993:58)
membedakan konteks dalam pemakaian bahasa menjadi empat macam: (1) konteks fisik
yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang
disajikan dalam peristiwa komunikasi itu, dan tindakan atau perilaku dari para peran
dalam komunikasi itu; (2) konteks epistemisatau latar belakang pengetahuan yang
sama-sama diketahui oleh pembicara maupun pendengar; (3) konteks linguistik yang
terdiri dari kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau
tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi; dan (4) konteks sosial yaitu relasi sosial
dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur) dengan pendengar.

Wacana digunakan sebagai alat oleh kelompok dominan untuk mempersuasi
dan mengkomunikasikan kekuasaan yang mereka miliki agar terlihat absah dan benar
dimata khalayak. Suatu teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktik
ideologi tertentu. Menurut teori-teori ideologi dikatakan bahwa ideologi dibangun oleh
kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi
mereka. Strategi utamanya adalah dengan membangun kesadaran khalayak bahwa
dominasi itu dapat diterima secara taken for granted.

 komunikasi adalah suatu proses dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan perilaku
politik yang terintegrasi ke dalam suatu sistem politik dengan menggunakan simbol-simbol yang
berarti. Komunikasi politik bukan membahas suatu proses yang bersifat temporer atau situasional
tertentu, akan tetapi pembahasan komunikasi politik akan menampakkan karakter sebagai identitas
keilmuanm baik sebagai ilmu murni yang bersifat ideal dan berada dalam lingkup "Das Sollen",
maupun berupa ilmu terapan yang berada dalam dunia empiris dalam lingkup wilayah "Das Sein".
Berdasarkan seni dan teknik aplikasi, komunikasi politik dibagi ke dalam lima bentuk, antara lain:
retorika politik, agitasi politik, propaganda politik, lobi politik, dan tindakan politik yang dapat
dilakukan dalam kegiatan politik yang terorganisasi seperti: public relation politik, pemasaran
politik dan kampanye politik. Pertama, retorika politik. Retorika pada dasarnya menggunakan
lambang untuk mengidentifikasikan pembicara dengan pendengar melalui pidato sedang pidato
merupakan konsep yang sama pentingnya dengan retorika sebagai simbolisme. Dengan berpidato
kepada khalayak secara terbuka akan berkembang wacana publik dan berlangsung proses persuasi.
Itulah sebabnya Dan Nimmo (1989) menyebutkan pidato adalah negosiasi dengan retorika politik
akan tercipta masyarakat dengan negoisasi (konflik dan konsensus) yang terus berlangsung.
Aristoteles dalam karyanya retorika membagi retorika politik dalam 3 jenis yaitu: retorika
deliberitif, retorika forensik, retorika demonstratif. Kedua, agitasi politik.Agitasi menurut Blumer
(1969) dimulai dengan cara membuat kontradiksi dalam masyarakat dan menggerakkan khalayak
untuk menentang kenyataan hidup yang dialami selama ini (penuh ketidakpastian dan penuh

 "Namun semua program itu tidak akan berarti jika anda tidak
mendukung kami, jika anda tidak bersama-sama". Dalam segi kebahasaan dalam penggalan
tersebut terdapat penggunaan beberapa kata yang berulang.
Pada penggalan teks di atas, akan lebih jelas jika disampaikan dengan kalimat bahwa
"Semua rencana yang kami susun dalam program kerja dapat terlaksana dengan baik dengan
dukungan masyarakat" sehingga dapat menjadi kalimat ajakan kepada seluruh masyarakat yang
mendengar kampanye tersebut. Pemaknaan dari penggalan teks yang disampaikan dapat memberi
pengaruh terhadap kewibawaan seorang calon pemimpin dengan menghadirkan persepsi tersendiri
jika masyarakat tidak memilihnya maka semua rencana kerja tidak akan berarti apa-apa. Dari
beberapa penggalan teks kampanye, dapat diketahui pentingnya penggunaan bahasa yang tepat
agar masyarakat dapat tergugah dan memilih calon pemimpin yang nantinya dapat menyalurkan
aspirasi masyarakat.Mengurangi penggunaan kesalahan berbahasa bertujuan untuk menyampaikan
pesan dengan efektif serta didukung dengan retorika yang tepat.Dalam berkampanye di tengah-
tengah masyarakat, masing-masing kandidat/partai akan tampil dengan tema kampanye yang
menjadi andalan untuk memikat perhatian calon pemilih. Tema kampanye juga sangat dipengaruhi
oleh adanya penggunaan bahasa yang bersifat ajakan sehingga kampanye yang dilaksanakan akan
membawa hasil yang diharapkan.

 "Anda akan memilih kami karena,Anda dan kita semua ingin hidup
Bahagia dan Sejahtera". Dari segi kebahasaan dalam penggalan tersebut terdapat
penggunaan kata yang kurang tepat dengan penggunaan kata ganti orang secara berlebih
dan bahasa digunakan mengandung makna yang mengajak masyarakat untuk berangan-
angan tanpa kejelasan pencapaian apa nantinya.
Pada penggalan teks di atas, kerancuan penggunaan kata sangatlah jelas. Penggunaan kata 'Anda'
akan lebih tepat jika menggunakan kata 'masyarakat/rakyat'. Makna dari kalimat tersebut yaitu
"Masyarakat akan memilihnya, karena memiliki tujuan hidup yang sama yakni Bahagia dan
Sejahtera". Mungkin saja maksud dari penyampaian kalimat tersebut bertujuan untuk mengajak
masyarakat agar memilihnya sehingga dapat tercapai kehidupan bahagia dan sejahtera.Penggalan
tersebut akan lebih baik jika menggunakan kalimat "Pilihlah kami pada pilkada ini, agar kehidupan
Bahagia dan Sejahtera dapat kita capai bersama-sama".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun