Mohon tunggu...
Tantowi Winata
Tantowi Winata Mohon Tunggu... -

rakyat jelata yang mencoba mempelajari dan memahami dunia tulis menulis demi masa depan NKRI yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Catatan

MK nggak sudi diatur SBY...!

13 Februari 2014   21:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:51 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mengadili menyatakan mengabulkan permohonan pemohon, untuk seluruhnya Undang-Undang nomor 4 tentang Perpu," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusannya, dalam sidang putusan di gedung MK. Dengan dikabulkannya gugatan Perpu tersebut, maka UU MK kembali pada UU semula, sehingga Perpu tidak lagi berlaku.... Sebenarnya ada apa dibalik UU ini???

Masih ingat kan dengan kasus Akil Mochtar? Ketua Mahkamah Konstitusi, yang notabenenya merupakan institusi kebanggaan rakyat Indonesia, tempat mengadu dan mendapatkan keadilan...tetapi justru ternoda karena ketuanya tertangkap Korupsi... atau ibarat pepatah, karena nila setitik rusak susu sebelanga...

Menghadapi permasalahan pelik saat itu, pak SBY selaku Presiden dengan segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atasUndang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang selanjutnya disahkan DPR melalui UU No. 4 tahun 2014. Apa sih isi Perpu yang dikeluarkan pak SBY saat itu?

Subtansi pokok Perpu pada dasarnya merupakan perubahan tentang Mahkamah Konstitusi, terutama terhadap ketentuan mengenai syarat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi, serta pembentukan majelis hakim kehormatan konstitusi. Hal ini dilakukan tidak lain dan tidak bukan karena SBY berniat untuk lebih “selektif” terhadap calon Hakim Konstitusi agar kelak yang tepilih adalah orang-orang yang “berdedikasi tinggi” dan “netral”, sehingga dapat meminimalisir kemungkinan terulangnya kasus Akil Mochtar.

Beberapa penekanan yang ada dalam Perpu tersebut adalah bahwa calon Hakim Konstitusi harus berijazah doktor dengan dasar sarjana yang berlatar belakang pendidikan hukum,  mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 tahun, dan tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 7 (tujuh) tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi. Ketiga hal ini tentu membuat gerah beberapa kalangan, terutama poin terakhir yang jelas-jelas ditujukan agar Hakim Konstitusi dapat bersifat netral, tanpa ada tekanan dari partai politik manapun...

DPR saja menyetujui konsep ini dan mengesahkannya melalui UU....lalu kenapa sekarang tiba-tiba MK membatalkan UU ini...? Takut yaaaa kalau nanti tidak ada Hakim-Hakim dari Parpol yang bisa duduk di MK...??? Takut yaaa kalau lobi-lobinya tidak tembus...??? Parah nih MK....

Saya selaku rakyat jelata masih yakin kalau masyarakat Indonesia tidak buta dan tuli... Mudah-mudahan cuma MK saja yang mulai buta dan tuli.... jatuh bangunnya negara ini ada di tangan kita semua...rakyat Indonesia. Salam hangat untuk para pencinta demokrasi...!!!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun