Mohon tunggu...
Tanti Rizkian Sari
Tanti Rizkian Sari Mohon Tunggu... Guru - Curious Person

Life for Learning

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Integritas Nasional: Paguyuban vs Patembayan

10 Juli 2017   15:23 Diperbarui: 10 Juli 2017   15:46 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Integritas, sebagaimana tujuan yang selalu dicanangkan oleh negara Indonesia di atas multikulturalnya bangsa ini. Integritas yang artinya bersatu, tak terpecahbelah oleh adanya perbedaan, tidak mendeskriminasi, tak ada cemoohan yang berbau SARA, menjunjung sikap toleransi, dan tetap teguh pada pendirian Pancasila di tengah mengglobalnya globalisasi.

Integritas suatu bangsa tidak akan terwujud secara langsung dan berevolusi, melainkan dimulai dari suatu proses dan pada satu elemen sehingga akan mempengaruhi elemen-elemen lain dan barulah integritas nasional akan terwujud.

Maksud dari elemen-elemen tersebut adalah wilayah-wilayah kecil yang meliputi negara Indonesia, seperti sekolah, perguruan tinggi, lembaga-lembaga, desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga mencakup nasional.

Integritas harus dicerminkan dari wilayah terkecil dahulu hingga kemudian akan meluas ke tahap yang lebih tingi. Disini kita dapat mengambil contoh integritas yang terdapat di desa. Desa merupakan suatu wilayah kecil dimana masyarakat yang berada di dalamnya memiliki rasa empati, simpati, dan perastuan yang tinggi diantara sesamanya.

Hal ini disebabkan karena mereka masih memiliki pemikirian bahwa mereka adalah satu keluarga, sehingga apabila terdapat aroma disintegrasi yang tercium di dalamnya, mereka akan langsung mengambil tindakan untuk diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Begitu hebatnya pola kehidupan masyarakat desa. Namun kembali lagi kita akan mengambil contoh integrasi yang berada pada masyarakat kota. Seperti yang telah kita ketahui bersama, pola kehidupan masyarakat perkotaan sangat menjunjung tinggi hedonisme dan mutualisme, tak lazim jika tak berfoya-foya, tak mencari jika tak membutuhkan, dan tak membantu jika tak menguntungkan. 

Fenomena seperti ini disebabkan karena anggota dari masyarakat perkotaan ini berasal dari suku, agama, budaya, profesi yang berbeda sehingga menyebabkan kebutuhan mereka juga berbeda. Karena perbedan ini disinyalir sebagai faktor rendahnya interaksi diantara mereka sehingga berakibat tidak ada integritas yang terwujud. Padahal jika kita menilik secara seksama, masyarakat perkotaan adalah latar yang sangat memungkinkan sebagai cermin dari integritas nasional. Hal ini dikarenakan latar belakang dari masyarakat tersebut yang beragam. Namun apalah daya, ketika potensi yang dimiliki oleh masyarakat patembayan tersebut dikalahkan oleh sebuah paguyuban dengan potensi integritas yang kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun