Mohon tunggu...
Tanti Rizkian Sari
Tanti Rizkian Sari Mohon Tunggu... Guru - Curious Person

Life for Learning

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merdeka Hanya Sekedar Nama

3 Juli 2017   06:58 Diperbarui: 3 Juli 2017   18:44 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merdeka hanya sekedar nama. Dari sekian panjang proses kehidupan nasional Indonesia, ternyata kata merdeka masih hanya sekedar kata baku yang dahulu benar-benar dielukan namun sekarang menjadi "kambing hitam". Kenyataan sosial ini memang tidak tersurat, namun dapat terlihat dan sangat terasa bahkan kita sendiri bisa jadi adalah pelakunya. Nilai-nilai yang diperjuangkan dalam mencapai kata merdeka seakan pudar dan hanya menjadi bercak.

Bukan untuk menjustifikasi, melainkan fenomena-fenomena sosial seakan membuktikan dengan perantara globalisasi. Efek globalisasi merajai dan merasuki manusia-manusia Indonesia, terkhusus adalah kaum remaja. Perilaku remaja-remaja saat ini cenderung kepada bagaimana mereka dapat hidup sesuai dengan apa yang mereka lihat trendluar negeri dan tidak mengindahkan lagi norma-norma yang menjadi pedoman hidup manusia Indonesia.

Jalan kehidupan pada masyarakat Indonesia saat ini lebih mengindukkan westernisasidaripada Pancasilais. Ciri yang menjadi khas masyarakat Indonesia dengan masyarakat negara lain seakan sudah tidak dapat terlihat jelas, terlebih pada konteks tingkah laku yang beradab. Misalnya, anak-anak yang sudah tidak menghormati orang yang lebih dewasa ketika berbicara, tampilan fashion yang tidak senonoh (pakaian mini, robek sana sini, rambut diwarnai, telinga ditindik hingga tidak ada ruang lagi di telinga untuk ditindik lagi, para wanita keluar hingga larut malam, dan lain sebagainya). Hidup seperti ini benar-benar menjunjung hedonisme, dimana kesenangan adalah yang paling utama.

Ketika makan bukan membaca doa yang didahulukan, melainkan mengambil gambar. Ketika berbicara tidak pernah menatap ke lawan bicara, melainkan fokus mata melekat kepada gadget. Tata cara berbica tidak menunjukkan kesopanan, melainkan sudah dicampuradukkan dengan bahasa negara lain yang entah artinya apa. Orang-orang seperti ini dapat kita lihat sebagai budak westernisasi. Bukan maksud ingin menutup diri dengan mengglobalnya budaya-budaya yang ada di dunia, tetapi alangkah lebih indahnya apabila kita sendiri yang menghargai budaya dan tradisi negara sendiri. mengapa tidak kita banggakan negara Indonesia, sanjungkan kebudayaan dan tradisi, junjung tinggi norma-norma, dan hiduplah sebagai manusia Indonesia yang beradab. Ini baru masyarakat Indonesia yang merdeka, tidak dicampuradukkan dengan budaya luar yang seakan masih menjajah tingkah laku kita.

Merdeka untuk Indonesia bukan hanya sekedar nama. Mari kita lanjutkan perjuang para leluhur kita dalam menjunjung tinggi NKRI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun