Matahari sudah condong ke barat, ketika mobil elf yang membawa rombongan Kotekasiana tiba di sebuah lokasi dengan parkir luas, bertulisan Jatiluhur.Â
Jatiluhur adalah sebuah waduk atau bendungan, yang asal mula namanya adalah Bendungan Ir. H. Juanda. Waduk ini  terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat (9 km dari pusat Kota Purwakarta).Â
Tanpa membuang waktu, aku dan teman-teman bergegas turun, dan menikmati pemandangan lukisan  indah ciptaan Yang Kuasa di depan mata kami.Â
Hamparan air danau buatan dengan latar belakang pegunungan - Gunung Cilembu, Gunung Parang, Gunung Bongkok dan lain-lain- ditambah kilau keemasan matahari sore, seolah menambah eksotisme waduk Jatiluhur.
Asal Mula Nama Waduk Jatiluhur
Kami disambut oleh salah seorang penanggung jawab waduk Jatiluhur yaitu pak Agus. Beliau mempersilakan kami untuk segera mengambil foto sebelum malam menjelang. Memang benar, hanya sekitar 15 menit kami menikmati sunset dan pelahan kegelapan menyelimuti.
Sekilat info untuk Kompasianer, waduk Jatiluhur ini dulu bernama Bendungan Ir. H. Juanda - karena untuk mengenang banyaknya jasa beliau dalam memperjuangkan pembiayaan pembangunan Bendungan Jatiluhur. Ir. H. Juanda adalah Perdana Menteri RI terakhir dan bersama-sama dengan Ir. Sedijatmo, dengan gigih memperjuangkan terwujudnya proyek Jatiluhur di Pemerintah Indonesia dan forum internasional.Â
Selama proses pembangunan waduk tersebut belum diberi nama Jatiluhur, melainkan menggunakan penamaan "Jatiluhur Multipurpose Project", dengan beragam fungsi yang akan dihasilkan.Â
Uniknya, saat pembangunan Waduk Jatiluhur ini sempat mengalami 9 kali pergantian kabinet di pemerintahan! Nah, ketika memasuki tahap finishing, Jatiluhur Multipurpose Project berganti nama menjadi Bendungan serta Pembangkit Listrik Juanda.
Sebenarnya, sebelum waduk Jatiluhur dibangun, di bagian utara Provinsi Jawa Barat sudah dibangun beberapa prasarana sumber daya air, seperti Bendung Walahar, Pundong, Salamdarma, Barugbug dan sebagainya. Namun masing-masing prasarana sumber daya air tersebut belum terintegrasi. Itu sebabnya ketika  musim hujan selalu banjir dan ketika musim kemarau, akan kekeringan.
Kukutip dari wikipedia, waduk Jatiluhur dibangun pada tahun  1957 oleh kontraktor asal Prancis Compagnie franaise d'entreprise - dengan membendung aliran Sungai Citarum seluas 4.500 km2.
Peletakan batu pertama waduk Jatiluhur dilakukan oleh Presiden RI pertama Ir Soekarno dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 26 Agustus 1967. Pembangunan bendungan Waduk Jatiluhur menelan dana US$230 juta.Â
Genangan yang terjadi akibat pembangunan Bendungan Waduk Jatiluhur menenggelamkan 14 Desa dengan penduduk berjumlah 5.002 orang. Penduduk tersebut kemudian sebagian dipindahkan ke daerah sekitar bendungan dan sebagian lainnya pindah ke Kabupaten Karawang.
Mengapa Waduk jatiluhur Menjadi Alternatif Wisata ?
Untuk kalian pecinta tempat wisata unik, waduk Jatiluhur pastilah memiliki daya tariknya sendiri. Konon, pemandangan indah yang dimilikinya tak kalah dengan pesona daerah di Skotlandia! Selain itu, berada di tempat historis dengan predikat waduk terluas di Asia Tenggara tentu bisa menjadi kebanggaan tersendiri.
Karena waktu yang kami miliki sangat sempit, kami tak sempat mengeksplor keindahan alam dan menikmati beberapa fasilitas yang tersedia di sini. Kami harus puas hanya dengan berfoto dan swafoto di atas dermaga terapungnya saja.
Namun, dari pak Agus kami tahu bahwa di lokasi ini sebenarnya tersedia beberapa wahana rekreasi air yang cukup menyenangkan untuk keluarga. Apa saja wahana rekreasi dan fasilitas wisata yang bisa Kompasianer dapatkan di sini ? Ini beberapa yang sempat kucatat.
- Jatiluhur Water World (JWW), sebuah konsep wisata waterboom. Lokasinya berada di kawasan wisata Grama Tirta Waduk Jatiluhur, letaknya persis beberapa meter dari bibir waduk. Jadi tidak di dalam waduknya loh! Harga tiket bermain waterboom adalah Rp 27.500 pada hari Senin hingga Jumat dan 30 ribu rupiah untuk Sabtu dan Minggu.
- Berbelanja ikan patin segar di pasar ikan Bendungan Jatiluhur dengan kualitas terbaik, karena langsung ditangkap dari waduk. Kompasianer juga bisa membeli ikan segar dari  budidaya keramba jaring apung. Ada beberapa jenis ikan di situ, antara lain ikan nila, ikan mas, sepat dan mujair.
- Wisata edukasi serta kuliner. Untuk wisata edukasi, pengunjung harus reservasi karena akan ada tour leader yang membantu untuk menerangkan sekaligus memberi informasi seputar bendungan dan turbin sebagai pembangkit listrik.
- Pengunjung juga bisa berkeliling waduk dengan menggunakan perahu tradisional. Bagi pecinta olahraga, wisatawan bisa berkeliling waduk dengan speed boat.
- Di pinggiran waduk, Â ada rumah makan yang menawarkan kuliner khas Waduk Jatiluhur berbahan dasar ikan patin.
- Selain resort dan villa terapung, terdapat hotel legendaris , yaitu Hotel Pasanggrahan yang berdiri sejak tahun 1955 dan dulu menjadi tempat menginap para insinyur Perancis. Uniknya hotel ini memiliki arsitektur art deco dan terintegrasi dengan wisata alam di sekitarnya.
- Menginap di hotel mahal? Tenang, kalian juga bisa berkemah di sekeliling waduk dengan menyewa dari pengelola setempat.
- Selain di tempat kami masuk, ternyata ada tempat terbaik untuk melihat sunset, bernama Lake View Istora Air Jatiluhur yang berada di sekitar bendungan utama.
- Terdapat sebuah cafe yang menyerupai geladak kapal laut sehingga pengunjung  bisa menikmati sejumlah makanan ringan sembari menikmati keindahan alam di Jatiluhur serasa di kapal Titanic! Untuk menuju ke sini, Kompasianer harus merogoh kocek Rp 20 ribu untuk satu orang, dengan waktu tempuh sekitar 20 menit. Seru ya!
- Pengunjung dari luar kota yang ingin bermalam juga bisa menikmati penginapan dan bungalow di beberapa titik di lokasi tersebut. Sebut saja salah satunya, di kawasan Istora Jatiluhur.
Cara Menuju Waduk Jatiluhur
Kawasan Jatiluhur terletak di Jatimekar. Jika Kompasianer berkunjung dari arah kota, seperti rombongan KOTEKA maka perjalanan memakan waktu sekitar 30 menit, dengan jarak 11 KM. Sedangkan jika berangkat langsung dari arah Bekasi dan melewati Tol Purbaleunyi, keluar gerbang tol Jatiluhur memakan waktu sekitar 2 jam - dengan catatan tidak macet!
Jika tidak memiliki kendaraan pribadi, bisa naik angkot 03 dari Purwakarta yang berwarna merah kuning, turun di Pasar Bunder dan lanjut naik angkot 011 berwarna merah hitam, nah itu langsung menuju ke Jatiluhur.
Berapa HTM ke Waduk Jatiluhur?
Harga tiket masuk yang diberlakukan relatif murah, yaitu  Rp 15 ribu per-orang (Senin-Jumat) dan Rp 20 ribu per-orang di hari Sabtu dan Minggu serta tanggal merah.Â
Untuk biaya parkir adalah sebesar 10.000 rupiah untuk kendaraan tipe I, seperti Jeep, Sedan, Pick-up, dan mini bus. Sedangkan untuk motor adalah 5 ribu rupiah dan bis atau truk membayar biaya parkir sebesar 20 .ribu rupiah.
Jika ingin menikmati ragam wahana, Kompasianer perlu membayar lagi ya.Â
- Berkeliling waduk dengan menyewa jetsky sekitar  Rp 100 ribu rupiah. Atau boleh juga memakai kano, yaitu sebuah perahu kecil yang hanya muat satu orang dan dijalankan dengan cara didayung.
- Kompasianer yang koceknya tebal, bisa mencoba naik kapal pesiar, yang akan mengantar kamu berkeliling danau. Kapal ini akan mengangkut minimal 30 orang dengan tarif Rp 350 ribu rupiah untuk satu putaran.
- Masih ada alternatif lain untuk mengelilingi waduk, yaitu dengan menggunakan kereta monorel yang dijalankan dengan cara dikayuh. Harga tiket kereta monorel adalah Rp 10 ribu rupiah untuk satu putaran, dan bisa diisi oleh dua orang dewasa. Lumayan bukan, daripada naik odong-odong?
Ah, tak terasa hari sudah beranjak senja. Kami pun bersiap untuk pulang namun sebelumnya sholat magrib dulu di mushola yang tersedia di area peristirahatan. Sampai sini dulu ya Kompasianer, kapan-kapan kita jalan-jalan lagi yaaa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H