(tulisan satu)
Bayangkanlah semesta ini sebelum segala makhluk hidup diciptakan. Maka kita tahu batas kemampuan pikir kita hanya akan bermuara pada kesimpulan; pada awalnya semesta jagad hanyalah berisi Penciptanya.
Segala benda langit tercipta kemudian bertebaran memenuhi semesta. Bintang-bintang pada selaksa galaksi: lahir, bersinar terang-benderang, redup, lalu kemudian mati dalam rentang tahun yang tak berbilang. Peredaran semua bintang pada semua galaksi adalah gerakan patuh pada nasib yang sudah dituliskan oleh Sang Pencipta. Semesta jagad adalah keteraturan dan kepatuhan yang tercipta lewat sebuah kalimat agung: jadi maka jadilah, kun fa yakuun.
Maka dalam keriuhan peredaran segala benda langit semesta tetap saja hening.
Tuhan mungkin saja kesepian dalam keheningan keteraturan jagad ketika memutuskan untuk menciptakan makhluk hidup. Jika tidak, siapakah yang akan tahu dan mengagumi Keagungan, Kemuliaan dan KebesaranNya? Siapa yang bakal terpesona pada gemerlap selaksa bintang yang diciptakanNya? Makhluk bagaimana yang akan terpana menatap langit malam dan mengucap kagum pada Pencipta segalanya? MemuliakanNya atas segala kuasaNya?
Istana tempatNya bersemayam kosong dan hening meski delapan belas ribu dunia di sisi istana itu bergerak dalam kepatuhan mutlak.  Tuhan tetap saja sendiri di semesta seluas itu. Lalu Tuhan ingin keberadaannya diketahui, diakui. Tuhan berkehendak keagunganNya dikagumi. Untuk memperkenalkan diriNya, Tuhan lalu menciptakan makhlukNya dari cahaya juga api, malaikat dan jin.
Mereka hidup di istanaNya dengan taman-taman yang indah, makanan beraneka rupa, pakaian dan perhiasan dari batu-batu permata yang indah.  Mereka bersujud tiada henti menyembah Allah yang Agung. Tiada pengingkaran. Tidak akan pernah hadir ketidakpatuhan. Penyembahan adalah nafas hidup kedua makhluk surga itu. Sujud pada keagungan Tuhan adalah denyut nadi kehidupan mereka. Hiruk-pikuk kehidupan di surga adalah kepatuhan tiada banding.
Tetapi cukupkah hanya dengan malaikat dan jin sementara Allah tak hanya memiliki istana berupa surga yang megah? Allah juga memiliki bintang-bintang. Dan bintang-bintang itu memiliki planet. Di sebuah tempat yang sangat berbeda dari surga, Allah menciptakan satu planet biru yang indah. Planet itu berada pada lintasan cakrawala yang begitu sempurna. Mataharinya berada pada jarak yang tepat untuk sekedar menghangatkan tanpa menghanguskannya. Tidak juga sangat jauh untuk membuatnya beku.
Planet biru ini berada pada kemiringan 23,44 derajat di bidang orbitnya mengelilingi matahari. Angka yang tak berada dalam hitungan bulat tetapi sungguh kemiringan yang diatur begitu sempurna hingga bumi memiliki tempat-tempat dengan iklim berbeda, musim berbeda. Kemiringan itu membuat sebagian tempat menjadi daerah tropis dan sebagian lain berputar dalam empat iklim yang menakjubkan. Tempat lain menjadi kutub dengan perhitungan waktu yang sungguh ajaib. Kutub Selatan dan Utara menjadi titik imajiner putar bumi pada porosnya. Maka di sana, sepanjang hari adalah segala waktu dari semua tempat di bumi.
Tak ada planet lain yang menyediakan begitu banyak air untuk menopang kehidupan yang memungkinkan beraneka pepohonan tumbuh subur dan rimbun meriah menghijaukan daratannya. Hewan-hewan terbang dan berlarian mengembara di permukaannya. Udaranya sungguh sebuah kemewahan dengan oksigen melimpah untuk nafas kehidupan. Tempat-tempat di planet ini begitu beragam memberi kesempatan hidup yang juga beragam kepada makhluk yang kelak menghuninya. Tetapi siapakah yang pantas menjaga planet biru yang indah ini?
Para malaikat dan jin merasa merekalah yang sungguh layak menghuni dan menjaga bumi. Mereka patuh dan tak akan pernah berpaling dari Tuhan. Mereka akan menjadi khalifah di muka bumi dengan kepatuhan mutlak.