Mohon tunggu...
Muhammad Fatan Siddik
Muhammad Fatan Siddik Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Terimakasih telah membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dominasi Tiongkok di Laut China Selatan, Siapkah Indonesia?

30 Mei 2024   16:46 Diperbarui: 30 Mei 2024   16:47 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut China Selatan, wilayah yang menjadi perbincangan akhir-akhir ini. Bukan tanpa alasan, ada lima negara termasuk Indonesia yang bersengketa langsung dengan Tiongkok dalam batas wilayah terutama ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) yang tumpang tindih dengan klaim Tiongkok. Isu semakin memanas ketika Tiongkok melakukan provokasi ke negara-negara yang bersengketa seperti Filipina dan Indonesia

Sejak tahun 1947 Tiongkok mengklaim bahwa lautan yang membentang dari Hainan sampai 200 mil ke Taiwan ini, merupakan wilayah histori mereka dari jalur perdagangan yang terkenal, yaitu jalur sutra. Namun, tak pernah jelas akan batas-batasnya. Sehingga menimbulkan konflik batas wilayah dengan negara ASEAN yaitu, Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia, dan Indonesia. Laut China Selatan menyimpan banyak sumber daya alam yang mampu dimanfaatkan, sehingga tidak heran Tiongkok bersikeras untuk mengklaim sebagian besar wilayah tersebut. Walaupun begitu Laut China Selatan merupakan jalur laut dunia sebagai jalur perdagangan.

Pada Kepulauan Spartly di daerah LCS, Tiongkok membangun sebuah basis pangkalan militer. Pangkalan tersebut memiliki landasan pacu, hangar, dermaga untuk kapal bersandar hingga sistem pertahanan. Hal ini menjadi ancaman serius di kemudian hari bagi negara ASEAN sekitar LCS. Karena Tiongkok dengan Tentara Pembebasan Rakyat China (People's Liberation Army) memiliki kemampuan "Power Projection" yang hampir setara dengan raksasa Amerika Serikat. Dan tidak ada suatu kekuatan di ASEAN yang dapat membendung dominasi Tiongkok di LCS.

Tak jarang Tiongkok melakukan aktivitas yang melibatkan kekuatan militer di LCS, seperti halnya latihan militer. Informasi terbaru Tiongkok mengadakan latihan besar yang melibatkan kekuatan laut dan udara. Walaupun latihan tersebut berada dekat dengan wilayah daratan utama Tiongkok tepatnya di selat Taiwan, tidak menutup kemungkinan meningkatkan ketegangan di LCS. Latihan yang diberi nama "Joint Sword" melibatkan 19 Kapal Angkatan Laut Tiongkok, 16 Kapal Coast Guard Tiongkok dan lebih dari 50 pesawat Angkatan Udara Tiongkok. Latihan ini berlangsung dari tanggal 21 -- 26 Mei 2024. Tujuan dari latihan ini adalah untuk mengepung Taiwan. Latihan ini juga sebagai sinyal keras kepada dunia bahwa Tiongkok siap melakukan apapun untuk merebut kembali Taiwan.

Taiwan merespon latihan tersebut dengan memobilisasi rudal anti kapal mereka. Angkatan udara mereka juga disiapsiagakan jika sewaktu-waktu ada hal yang tidak diinginkan. Pada tanggal 25 Mei 2024, Kementrian Pertahanan Taiwan menyatakan bahwa, 62 pesawat Angkatan  Tentara Pembebasan Rakyat China (People's Liberation Army) dan 27 Kapal Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (People's Liberation Army Navy) beroperasi disekitar Taiwan. 27 pesawat tersebut telah memasuki wilayah Taiwan. Angkatan Udara Taiwan terus melakukan pemantauan terhadap kejadian tersebut.

Dari beberapa hal diatas, ketegangan konflik ini tak dapat dihindarkan dan bahkan terus meningkat sepanjang waktu. Tak menutup kemungkinan akan terjadinya pecah konflik antara Tiongkok dan Taiwan. Jika hal tersebut terjadi, kondisi di LCS semakin memanas. Aktivitas  jalur perdagangan dunia pasti akan terganggu, baik jalur laut maupun jalur udara. Hal ini juga berdampak kepada Indonesia, khususnya wilayah Natuna.

Dari kejadian Taiwan, Indonesia perlu meningkatkan kapabilitas angkatan laut demi membendung dominasi Tiongkok di LCS. Seperti yang kita tahu, kekuatan angkatan laut Indonesia dan Tiongkok ibarat langit dan bumi. Namun, dengan modernisasi alutsista angkatan laut kita bisa membendung dominasi Tiongkok, serta meningkatkan keamanan di wilayah terluar NKRI. Jika kita memiliki sebuah alutsista yang mumpuni, tentu saja akan memberikan daya gentar di kawasan. Dengan kata lain, negara manapun pasti akan memiliki rasa segan jika berhadapan dengan Indonesia.

Contohnya, alutsista yang seharusnya menjadi prioritas utama adalah kapal perang. Kapal perang yang dimaksud adalah kapal perang dengan kemampuan patroli dalam rentang waktu yang lama dan kemampuan air defense, sehingga memberikan keamanan bagi objek vital di wilayah terluar NKRI tanpa harus memobilisasi sistem dari darat, serta memberikan daya gentar bagi negara lain. Indonesia sampai sejauh ini sedang memproduksi dua unit kapal perang berjenis Fregat yang diberi nama Fregat Merah Putih di galangan PT PAL Surabaya.

Prioritas selanjutnya ialah akuisisi rudal pertahanan, baik untuk target di udara maupun di permukaan. Rudal pertahanan coastal defense dapat memberikan keamanan di tiga Choke Point Indonesia, yang merupakan gerbang masuk kedalam wilayah NKRI. Rudal pertahanan coastal defense dapat memberikan perlindungan bagi objek vital, seperti landasan pacu, dermaga, hangar, gudang senjata, maupun kilang minyak yang berada di wilayah terluar NKRI.

Strategi pertahanan yang terintegrasi harus disusun untuk menghadapi ancaman di LCS. Ini termasuk memperkuat pertahanan di wilayah Natuna dan choke points strategis lainnya. Wilayah Natuna harus diprioritaskan karena lokasinya yang strategis di LCS. Penempatan tambahan pasukan, radar pemantauan, dan pangkalan militer di Natuna akan memperkuat pertahanan wilayah ini. 

Kerjasama antar matra laut, udara, dan darat harus ditingkatkan untuk memastikan kesiapan menghadapi berbagai skenario konflik. Melakukan kerjasama militer dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam untuk meningkatkan koordinasi dan respon cepat terhadap ancaman bersama di LCS.

Negara-negara ASEAN yang bersengketa dengan Tiongkok terhadap LCS, perlu bekerja sama dalam menghadapi masalah ini bersama. Masalah ini merupakan isu regional yang menyangkut kedaulatan bersama. Indonesia dan negara-negara ASEAN lain yang bersengketa dapat mengajukan kasus ke Pengadilan Internasional untuk mendapatkan kepastian hukum dan memperkuat posisi mereka. Jika tidak mengambil langkah ini dengan segera, stabilitas regional akibat dominasi Tiongkok di LCS dapat menimbulkan resiko dan ancaman yang lebih besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun