Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali menyerang sektor peternakan Indonesia, menciptakan kekhawatiran besar di tengah masyarakat dan para peternak. Setelah sempat dinyatakan terkendali pada akhir 2022, kasus baru PMK dilaporkan di sejumlah wilayah di Indonesia seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatra Utara, dan Kalimantan Selatan sejak Desember 2024. Kondisi ini menjadi pukulan berat, terutama karena sektor peternakan masih dalam proses pemulihan pasca-pandemi COVID-19.Â
PMK: Ancaman Menular Cepat yang Tak Pandang Bulu
Penyakit ini ditularkan oleh virus Foot and Mouth Disease Virus (FMDV) yang memiliki tingkat infektivitas tinggi. Hewan yang terinfeksi menunjukkan gejala seperti:
- Luka melepuh di mulut, lidah, dan sekitar kuku.
- Air liur berlebihan akibat luka di rongga mulut.
- Lesu, nafsu makan menurun, hingga penurunan berat badan drastis.
- Kesulitan berjalan atau pincang karena luka di kuku.
Di Jawa Timur, contohnya, laporan dari daerah Ngawi dan Probolinggo menunjukkan bahwa lebih dari 5.000 sapi terinfeksi dalam waktu kurang dari sebulan. Hal ini memicu kerugian ekonomi besar akibat menurunnya kualitas susu hingga kematian mendadak pada sapi-sapi produktif.
Dampak Nyata pada Ekonomi Peternakan:
Di sebuah desa di Probolinggo, peternak bernama Pak Suyanto mengaku kehilangan tiga ekor sapi dalam seminggu. Dengan harga jual sapi berkisar Rp15 juta per ekor, kerugian yang diderita mencapai Rp45 juta. Selain itu, produksi susu sapi perah miliknya turun hingga 70%, sehingga pemasukan hariannya menurun drastis.
Hal serupa terjadi di Sumatra Utara, di mana para peternak melaporkan penurunan harga daging sapi hingga 20% karena konsumen takut membeli produk hewani dari wilayah terdampak PMK. Selain itu, ribuan peternak juga mengeluhkan biaya tambahan untuk pengobatan ternak yang sakit serta pembelian pakan tambahan demi mempertahankan berat badan sapi yang terinfeksi.
Kasus Unik: Pasar Hewan Jadi Klaster Baru PMK
Salah satu kejadian menarik yang menjadi sorotan adalah munculnya klaster PMK di pasar hewan tradisional di Garut, Jawa Barat. Penelusuran pemerintah daerah menemukan bahwa pasar tersebut menjadi titik nol penyebaran virus setelah sejumlah pedagang mengabaikan aturan karantina hewan dari wilayah terinfeksi. Dalam dua minggu, lebih dari 1.200 ternak di sekitar pasar tersebut dinyatakan positif PMK.
Akibatnya, pasar tersebut ditutup sementara, dan pedagang terpaksa menjual ternak di bawah harga pasar. Hal ini memicu protes karena banyak pedagang mengalami kerugian besar, sementara konsumen semakin sulit mendapatkan daging sapi berkualitas.
Upaya Pemerintah dan Tantangan di Lapangan