—Artinya, dalam sejarah perkembangan manusia adalah zoon poloticon ("hewan bermasyarakat", dalam istitah Aristoteles) yang seiring perkembangannya manusia adalah salah satu makhluk hidup yang cenderung terobsesi diakui (dipuji) ke-aku-annya.Â
Dalan istilah Islam sendiri disebut Riya'—adalah memperlihatkan diri kepada orang lain agar keberadaannya baik ucapan, tulisan, sikap, maupun amal perbuatannya termasuk aktivitas "online" diketahui atau dalam bahasa kasarnya disebut pamer.
Ini kebiasaan manusia sejak lama atau dalam istilah sains adalah genetik, sesuatu yang sudah mewaris.
Tetapi apakah ini bisa diubah? Jawabannya bisa, Richard Dawkins seorang ahli genetika berpendapat bahwa gen, meski mempunyai peran menurunkan sifat-sifat turunan, tetap akan mengalami perubahan saat dihadapkan pada lingkungan.
Dari sini, kita dituntut bergumul bagaimana menciptakan lingkungan yang seideal mungkin dan sedapat mungkin bisa membunuh budaya pamer (viralisme) yang telah berpengaruh besar pada terciptanya dekadensi dalam habitat manusia.
Burhus Frederic Skinner seorang Psikolog dengan teori Behaviorisme-nya menawarkan agar lingkungan ideal diciptakan dengan cara memberikan stimulus (rangsangan) dengan pembacaan akan direspon oleh pelaku-korban viralisme.
Mulai dari menciptakan ekosistem yang bernuansa progresif dengan tidak terbiasa selalu memegang handphone, lingkungan keluarga dibangun dengan nilai-nilai moral, disibukan dengan kerja-kerja sosial dan ibadah keagamaan yang tak hanya ritus melainkan juga pendalaman tafsir, dan segudang solusi lainnya. Dengan demikian saya pikir obsesifitas viralisme dengan sendirinya akan tertangkal.
Tetapi ini tidak mudah dikerjakan, kita harus benar-benar komitmen melakukan sebuah praksis.
Akhirnya, satu hal penting adalah apa yang saya tulis di atas bukanlah sebuah konklusi yang berangkat dari berbagai premis yang telah diuji kebenarannya dan sukar untuk digugurkan keabsahannya. Saya kira kajian tentang ini bisa melibatkan berbagai perspektif yang lebih relevan, olehnya hal di atas hanyalah sebuah Tesis, bakal ada Antitesis-Antitesis lain yang akan membantah dan menggugurkannya. Demikian siklus dialektikanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H