Katanya, filsafat Marxisme akan tetap hidup berkembang di mana terjadi kontradiksi sosial. Namun nyatanya tidak untuk PMII. Semangat lahirnya wadah ini dilatari oleh begitu carut marutnya kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik kala itu, namun sekarang yang malah lebih buruk kondisi bangsa ini justru PMII mengalami fluktuasi yang sangat drastis.
Bahkan acap kali kader PMII berselingkuh dengan kekuasaan, ini menandakan minimnya kader ideologis, kalau kita benar-benar objektif maka sistem kaderisasi memang masih sangat lemah. Toh, kaderisasinya sudah dijalankan sesuai prosedur serta kurikulumnya lalu bagaimana ia masih lemah. Barangkali kita bisa melihat kembali pemikir Jacques Derrida dalam teorinya tentang Dekonstruksi, artinya lewat teori Sistem (karena organisasi adalah sistem) dari Immanuel Wallerstein yang mana sistem itu tidak berjalan sendiri melainkan ia ditopang dengan sub-sub sistem, sehingga lewat Dekonstruksi kelemahan sub-sistemnya dapat ditemui dan sedapat mungkin direformulasi sistemnya.
Ingat sedikit lagi PMII akan genap 62 tahun. Seyogyanya momentum Harlah PMII ini tidak sekedar membicarakan historisnya belaka, melainkan semakin menuanya organisasi ini mestinya organisatoris yang terintegrasi di dalamnya lebih dewasa dan lebih punya semangat api yamg terus membara di tengah diferensiasi kelas yang multi kontradiktif ini.
Kader PMII mesti mampu mengejawantahkan nilai-nilai Aswaja dan NDP--adalah postulat, pun Paradigma sehingga kader PMII harus berjibaku dengan segudang kitab-kitab islam dan sederet ilmu-ilmu sosiologi klasik hingga modern agar dapat merumuskan solusi yang komprehensif di masa kontemporer ini. Maka dengan sendirinya konsep Mabadi Khairu Ummah dan Islam Rahmatan Lil 'Alamin dapat dibangun.
Kelemahan PMII selama ini adalah sebagian besar kadernya hanyut dalam romantika imajinasi yang membuat gerakan PMII tidak lagi progresif karena anasir konservatif yang berkecumik tanpa disadari yang membuat gerakan jalanan membuntu pada ketidak radikalnya cara berpikir karena terbuai dengan sejarah masa keemasan masa lalu.
Polarisasi kaderisasi PMII sudah saatnya dioperasi sehingga orientasi dan out put dari kaderisasi formal, non formal dan in formal dapat signifikan melahirkan kader pergerakan ideologis. Masih sangat banyak celah yang kerap dibiarkan begitu saja, misal kaderisasi PKD-PKL yang tidak menitik beratkan pada kualitas, kapabilitas dan keberpihakan kader yang bukan sekedar untuk selembar tanda lulus kaderisasi, melainkan harus punya daya tekan yang sesuai sehingga tidak absen dari pembacaan realitas objektif bangsa hari ini dan masa depannya.
SDGs, G20 dll. adalah projek global yang harus memantik semangat kader untuk mampu menganalisa lebih tajam, ya bila perlu setajam pedang damaskus karena jika tidak maka kader PMII bisa jadi korban atau bahkan bisa jadi pelaku underdevelopment di era metaverse yang sangat disrupsi atau meminjam istilah Rene Habichi, "kita telah mencapai masa kurun baru".
Ketimpangan multi sektoral yang mengakar ini sangat sulit untuk menghapus kemiskinan sebagaimana poin pertama yang harus dicapai dalam SDGs pun 16 poin lainnya yang disebut sebagai tujuan pembangunan berkelanjutan. Juga sangat konyol secara geopolitik indonesia mampu memberikan sumbangsih atau peluang untuk menstabilisasi keuangan global di tengah invasi Rusia ke Ukraina dan sanksi ekonomi serta embargo oleh AS cs Nato dan Uni Eropa ke Rusia yang jelas-jelas adalah gerbang krisis global yang berkepanjangan bahkan ini bisa terjadi PD-III (perang dunia ke 3) jika konfliknya terus berkepanjangan.
Olehnya operasi polarisasi kaderisasi sedapat mungkin secepatnya format kaderisasi di reformulasi menjadi sistem kaderisasi organik sehingga orientasi maupun out put-nya mampu memberikan sumbangsih pemikiran kritis serta mampu menjadi pelaku dari pada pembangunan yang berkeadilan. Leluhur kita sudah menciptakan sejarahnya kini sejarah generasi baru harus lebih progresif di tengah pembangunan yang kontrakonstruktif ini.
Terakhir, saya teringat kata bapak republik Tan Malaka: "tidak penting hasilnya itu melainkan bagaimana prosesnya".
Olehnya sekali lagi saya sampaikan jangan dulu berpikir merubah apa-apa tapi berpikirlah cara berproses (berkaderisasi) dengan benar.
Selamat hari lahir Pergerakanku yang ke 62 tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H