Indonesia kaya akan sumber daya alam. Flora dan fauna yang beraneka ragam tersebar dari sabang hingga merauke. Namun apa Indonesia juga termasuk negara yang kaya akan sumber daya energi berupa minyak dan gas bumi?
Paradigma yang kita dapatkan dari dulu hingga sekarang menyatakan bahwa memang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya energi. Namun apa masih relevan untuk sekarang? Atau malahan yang benar adalah isu cadagan minyak Indonesia yang sudah akan habis dan hanya bertahan beberapa tahun kedepan. Apa sudah ada sumber daya yang mampu menggantikan performanya?
Pada awal Indonesia sudah mulai memroduksi minyak mentah, dirasakan memang begitu melimpah sumber daya energi yang satu ini. Bahkan Indonesia mampu melaksanakan kegiatan ekspor minyak dan bergabung bersama OPEC. Namun itu terjadi sekitar sekitar tahun 1970, dimana produksi minyak Indonesia mencapai 853.000 barel per hari dan kebutuhan kita pada minyak untuk bahan bakar hanya sekitar 122.000 barel per hari. Wajar saja Indonesia didefinisikan sebagai negara yang kaya sumber daya energi minyak. Namun berjalannya waktu dan seiring perkembangan teknologi, pembangunan dan industri, konsumsi terhadap BBM naik hingga saat ini mencapai 1,2 juta barel per hari.dalam kurun waktu 40 tahun konsumsi terhadap BBM naik hingga sepuluh kali lipatnya.
Sedangkan dengan menurunnya performa sumur minyak seiring berjalannya waktu, membuat produksi minyak di Indonesia turun dan bahkan setelah melaksanakan penambahan sumur minyak pun Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 830.000 barel per hari saat ini. Ini maksudnya terdapat defisit sekitar 400.000 barel yang harus ditutupi dengan kegiatan impor. Sejak saat itu Indonesia mulai keluar dari OPEC. Jadi kayanya Indonesia saat itu adalah akibat kemampuan Indonesia melakukan ekspor minyak dan kaya ini akan menurun sebagai fungsi dari produksi dan konsumsi BBM di Indonesia.
Namun apakah Indonesia adalah negara dengan konsumsi energy terbesar di dunia? Pada data BP Statistical Review of World Energy (2013) pun konsumsi energi terbesar ternyata berada di Eropa, Amerika, Cina, Rusia dan negara maju lainnya. Untuk cadangan sendiri, Indonesia hanya memiliki sekitar 3,7 juta barel cadangan terbukti, dan itu masih sekitar 1,4 % dari cadangan minyak terbukti milik Arab Saudi. Sehingga dari segi ketersediaan, Indonesia bukanlah negara kaya akan sumber daya minyak. Masih jauh dibanding Arab Saudi, USA, Cina dll. Dengan asumsi tidak ada penambahan jumlah cadangan akibat evaluasi cadangan dan/ eksplorasi penambahan sumur minyak, produksi ini hanya akan bertahan untuk 11,1 tahun kedepan. Namun untuk gas alam, Indonesia punya cukup banyak cadangan yaitu diangka sekitar 2,9 TCM (trillions of cubic metres). Cadangan gas Indonesia cukup menjanjikan dan sekitar 35% cadangan Arab Saudi. Dengan kemampuan produksi sekarang, gas Indonesia akan bertahan sekitar 41,2 tahun kedepan.
Penulis rasa sudah cukup untuk menyatakan kesalahan pada paradigma yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara kaya sumber daya energi, melainkan dulunya kita hanya punya cadangan berlebih yang mampu kita jual. Tapi apakah masih menjanjikan industri energi migas Indonesia kedepannya? Ini adalah hal yang membutuhhkan banyak variabel untuk menjawabnya. Namun jawaban dasarnya adalah “iya”, masih menjanjikan. Karena performanya yang belum tergantikan dan perolehan minyak rata-rata dunia yang hanya sekitar 30% dari total cadangan yang ada. Dengan kata lain masih ada 70% lagi dibawah sana yang bisa diambil. Disinilah peran insinyur-insinyur muda tanah air ditunggu eksistensinya untuk memanfaatkan kekayaan Indonesia guna kesejahteraan bangsa. Sudah semenjak perang dunia pertama hingga 2014, kebutuhan energi yang bersumber dari minyak dan gas bumi selalu berada diatas 50 % dari segala jenis sumber energi yang lain.
Kenapa penulis berani menyatakan bahwa kedepan migas masih menjadi primadona? Minyak dan gas bumi merupakan hidrokarbon yang dengan 1 liter setaranya mampu menghasilkan 10 Kwh energi panas. Ini butuh sekitar 10 Kg batteryuntuk menghasilkan energi yang sama, atau setara energi yang dihasilkan dengan mengalirkan 20.000 meter kubik air dengan kecepatan 60 Km/jam melalui turbin. Perbandingan lain agar kita mampu membayangkan adalah saat seorang manusia dewasa menggali lubang selama 8 jam, energi yang dibutuhkannya sekitar 0,05 Kwh. Sehingga energi yang dihasilkan 1 liter minyak dengan harga sekitar Rp 10.000 adalah sebanding dengan 200 pasang tangan orang dewasa menggali lubang selama 8 jam. Sangat murah bukan? Sehingga energi yang dihasilkan akibat pembakaran hidrokarbon ini sangat besar, dan ini yang dimanfaatkan dunia transportasi, industri dan pembangunan di negara maju. (Sumber : Total Professeurs Associes Course)
Disamping efek buruknya akibat emisi CO2 pada hasil pembakarannya (namun ini sudah bisa dikurangi melalui syarat emisi ke lingkungan untuk suatu mesin), daya konsumsi juga harus ditekan. Karena perkembangan industri Migas untuk menuju Ketahanan Energi Nasional tidak mudah, sehingga butuh penghematan menuju langkah strategis tersebut. Kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah perlu dibangun secara baik. Tidak seperti USA yang hampir semua sumber energi dari hasil produksi migasnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan energi negara yang begitu besar, sehingga tidak perlu impor dari negara lain, Indonesia hanya mampu mengelola sekitar 3/4 hasil produksi minyak mentahnya di dalam negeri dan sisanya harus dibawa keluar untuk diproses dan diimpor kembali dalam bentuk BBM.
Hal ini akibat keterbatasan unit pengelolaan pada jenis minyak kaya kandungan sulfur sehingga tidak mampu diproses di dalam negeri. Untuk orientasi ketahanan terhadap energy, konstruksi unit proses yang memadai untuk berbagai jenis minyak di dalam negeri perlu untuk dibangun. Barangkali akibat melihat keefektifan dari ekonomi, untuk kondisi saat ini memang lebih ekonomis untuk memroses minyak mentah keluar negeri dan mengimpor nya kembali dibanding berinvestasi mengembangkan unit proses ini. Namun, untuk masalah orientasi kedepan terhadap ketahanan energi ini dirasa perlu untuk menomorduakan urusan ekonomi terlebih dahulu.
Namun perlu dilakukan perubahan paradigma ketergantungan pada sumber daya minyak, karena pada dasarnya sumber daya ini tidak terbarukan akibat variabel waktu yang butuh jutaan tahun untuk menghasilkannya kembali dan suatu waktu akan habis. Alasan kedua adalah Indonesia bukanlah negeri kaya sumber daya migas. Perlu diiringi dengan pengembangan energi alternatif lainnya. Indonesia yang cukup bagus secara geografis untuk pengembangan energi terbarukan seperti panas bumi, biofuel dll. bisa dimanfaatkan, meski tidak banyak menyumbang energi.
Kemudian memperkecil daya konsumsi pastinya akan memperpanjang jangka waktu pemanfaatan. Atau dengan pengalihan pada potensi gas alam Indonesia yang belum termaksimalkan, ini bisa membantu mengurangi ketergantungan pada minyak. Belum banyak eksplorasi pada wilayah laut dan bagian timur Indonesia, sehingga kemungkinan bertambahnya cadangan migas masih ada. Namun tantangan resiko dan biaya pastinya akan naik. Kembali lagi pada : untuk alasan ketahanan, ekonomi perlu sesekali dinomorduakan atau menghilangkan paradigma investasi asing merugikan masyarakat. Indonesia belum mampu menginvestasi dengan biaya sebesar yang dibutuhkan untuk eksplorasi migas. Kepercayaan pada pemerintah perlu ditingkatkan karena pada dasarnya pemerintahan tidak akan melaksanakan perjanjian yang merugikan negara, dan pastinya semoga pihak yang diharapkan tidak mengkhianati kepercayaan masyarakat ini.