Mohon tunggu...
Hasan Husein
Hasan Husein Mohon Tunggu... -

buta berarti tidak melihat, tuli berarti tidak mendengar, namun yang paling berbahaya adalah membaca dan melihat namun buta, bertelinga namun tidak mendenar, berhati namun tidak mengingati-Nya. Kekarepan lan tujuan kosong minangko wujud kelawan asma tanpa rupa, koyo dene angawang-ngawang, angen-angen tanpa wujud. Ngelak kepingin ngombe tanpa banyu, mangan tanpa sega. rupa asma tanpa wujud, tangeh lamun tekan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Runtuhnya Pengetahuan

5 Mei 2010   20:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:23 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

runtuh....runtuh moral, mental, spiritual

Dunia ini tampaknya akan runtuh kali yaa, sepertinya tidak ada lagi kedamaian dan ketentraman kecuali saling jegal, saling olok, saling menyalahkan, saling merasa paling benar, saling rebut tulang belulang, tanpa isi. manusianya sudah tidak lagi mengindahkan, bahwa sesungghnya kehidupan bersosial adalah saling kebergantungan antara satu dengan yang lainnya. saling membantai. kompetisi hidup mati, berebut sesuap nasi, berebut sejengkal tanah terjadi saling menumpas. dan memposisisikan paling benar, paling tahu, paling memahami...semakin tinggi pendidikan, tidak semakin menunduk, seperti petuah orang-orang tua dulu, "padi semakin berisi semakin menunduk". yang terjadi justru semakin arogan, semakin mendongak keatas. saya ada cerita dari orang tua santri dari sumatra utara, dia bertutur, "saya punya anak, dulu saat belum sarjana dia itu rajin membantu orang tua, mau berkebun, bercocok tanam, bertani disawah, namun saat dia telah menempuh kesarjanaan, sekarang sama sekali dia tidak pernah mau membantu, padahal dia itu juga sarjana pertanian disalah satu perguruan tinggi, katanya dia menunggu untuk diangkat menjadi pegawai".

Maka pernahkah kamu memperhatikan orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya (hanya orientasi angka-angka dunia, kebutuhan ragawi), dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Q.S. Al-Jaatsiyah, 23)
Tumpukan uang tidak akan melahirkan kebahagiaan, barang-barang mewah tidak memancarkan keindahan. Upacara-upacara keagamaan yang spektakuler tidak menumbuhkan kesucian. Seperangkat peraturan tidak mendatangkan keadilan. Dan sejuta demonstrasi dan keluhan tidak akan menyentuh kemanusiaan dan keharuan.

Kebahagiaan, ketentraman, keindahan, kesucian, keadilan hanya dapat diwujudkan dengan mengingati Keberadaan Diri Dzatullah, Yang Al-Ghayb,Yang Wajib WujudNya, Mutlak KeberadaanNya
Manusia tidak akan dapat menyelamatkan dunia hanya dengan sebuah sistem. Tidak ada satupun sistem. teori, ideologi atau apapun namanya dapat menyelamatkan dunia dari krisis, apalagi masalah moralitas, Manusia perlu mengenali kemanusiaanya, mengenali hakekat diri sebagai manusia, mangenali fitrahnya dan kembali kepada hakekat fitrah manusianya yang asal fitrah dari FitrahNya. umat manusia memerlukan kehadiran yang memliki peran sekualitas "SEORANG NABI" walau bukan berarti seorang Nabi karena Nabi sudah ditutup sejak Nabi Muhammad SAW, namun peran dan fungsinya yang secara jelas dan kongret mengembalikan hak-hak junjungan Kanjeng Nabi Muhammad SAW, yang jelas kapasitasnya sebagai pembimbing umat yang secara tugas dan fungsi seperti halnya peran Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah, yang menunjukkan perihal inti; hal yang mendasar dan esensi perihal memanusiakan manusia jika ingin menyelamatkan masyarakat dari krisis apalagi masalah spiritual dan moral lebih-lebih masalah keselamatan dunia dan akherat yang berbasis pada ke-tauhidan.

Dunia memerlukan orang-orang yang terbimbing, orang-orang yang bertaqwa yang bersiap diri menerima bimbingan dengan jiwa al-faqirnya, jika ingin terbebas dari krisis dari pada seribu manusia nalar. Sehingga dengan kesiapan diri atas petunjuk dan bimbingan dari seorang yang secara peran mengembalikan hak-hak junjungan kanjeng Nabi Muhammad SAW ini terefleksikan kedalam karaketer ilaahiyah yang tercermin dalam bersosialnya, bermasyarakatnya, berbangsanya dan bernegaranya. Belajar berkarya ditumbuhkan dan dipupuk terus menerus demi li'ila kalimatillah.

sebagai bahan perenungan dan diskusi, namun tidak untuk didebat kusir. tulisan ini karena rasa jenuh melihat berbagai pemberitaan konflik semua mass media, koran, televisi, dsb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun