Berangkat dari karya-karya penulis sastra yang diterbitkan oleh Naura, maka muncullah sebuah diskusi sastra dengan tema "Menjadi Manusia Dengan Sastra". Diskusi ini mengundang dua sastrawan senior yang sudah banyak menghasilkan sebuah karya sastra dan diterbitkan oleh Naura Publishing, Seno Gumira Ajidarma dan Budi Darma.
Dunia Sukab nya Seno Gumira Ajidarma dan dua karya Budi Darma, Orang-Orang Bloomington dan Rafilus. Selain itu ada tiga penulis sastra yang juga karyanya diterbitkan oleh Naura, tetapi ketiga penulis itu telah lebih dahulu meninggalkan kita. Mereka adalah; Kuntowijoyo dengan Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Ziarah nya Iwan Simatupang, dan Bondan Winarno dengan Petang Panjang Di Central Park.
Berbicara tentang sastra, rata-rata orang-orang akan menganggap bahwa sastra adalah khayalan, ungkapan kegalauan, curhat, dan pandangan miring lainnya. Anggapan ini tentu ada benarnya tetapi sebenarnya tidak juga demikian. Menurut Seno Gumira Ajidarma hal yang perlu dilakukan untuk membaca dan tertarik dengan sastra ialah masing-masing orang harus menghancurkan tiga mitos.Â
Tiga mitos yang dimaksud adalah; pertama, sastra itu isinya curhatan. Kedua, bahasa yang digunakan dalam sebuah karya sastra terlalu mendayu-dayu, angin menggelepar, malam yang jatuh, dll. Ketiga, isi karya sastra dianggap sebagai pedoman hidup. Ketiga mitos inilah yang mesti dihancurkan bagi mereka yang masih beranggapan bahwa sastra adalah bacaan yang membuang-buang waktu.
Mengapa sastra mempunyai anggapan demikian? Siapakah yang salah? Apakah yang mempunyai anggapan, penulis sastra, atau karya sastra tersebut? Maka istilah tak kenal maka tak sayang ada juga benarnya. Kita tak akan sayang kalau tak ingin mengenal.Â
Timbulnya rasa sayang karena sudah mengenal. Begitu pula dengan karya sastra. Kita akan menyukai sastra apabila sudah banyak membaca karya-karya sastra. Semakin banyak berkenalan dengan karya sastra dan para penulis sastra, semakin timbul rasa suka dan sayang. Lalu, timbul setelah berkenalan dengan karya sastra sebuah pertanyaan 'Seperti apa karya sastra yang "baik" itu?'.
Budi Darma dan Seno Gumira Ajidarma sepakat ketika menjawab pertanyaan tersebut bahwa karya sastra yang baik ialah karya sastra yang meninggalkan gaung atau bekas dihati pembaca. Sepakat atau tidak sepakat itu terserah kita, karena yang lebih mengetahui karya sastra yang baik adalah mereka yang sudah lama membaca dan menikmati sastra. Kita bisa saja memilih karya si A baik, si B jelek, terserah kita. Pembaca adalah raja untuk menilai. Tugas penulis sastralah yang harus membuat karyanya baik dihadapan pembaca.
Sastra adalah jalan alternatif untuk kembali menjadi manusia. Ketika dunia semakin ribut dan gaduh, Â maka sastralah yang berfungsi untuk menjaga kewarasan dan menjaga kemanusiaan. Karena sastra berangkat dari realitas kehidupan sehari-hari.Â
Apa yang dituangkan dalam karya sastra adalah suatu bentuk keresahan dan kegelisahan yang ada dalam diri penulis. Hal inilah yang membuat Budi Darma dan Seno Gumira Ajidarma konsisten menulis selama berpuluh-puluh tahun dan banyak menghasilkan karya. Berangkat dari keresahan sastra bergerak untuk menjaga keseimbangan dan lebih memanusiakan manusia. Sastra menjadi alat perjuangan, sastra menjadi jawaban dari kegelisahan, dan sastra pula yang menjadikan penulis nya mendekap berpuluh-puluh tahun dalam penjara bahkan karena sastra seorang penulis hilang tak tau rimbanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H