Tanpa aba-aba, kami langsung berlari keluar dari wihara tersebut dengan kecepatan tinggi seolah-olah dikejar oleh hantu.
   "Haaa...," lega rasanya setelah berhasil keluar dari wihara tersebut, namun aku baru menyadari bahwa aku bukannya berlari ke arah perkampungan, tetapi malah masuk ke dalam hutan yang ada di dekat wihara tersebut.
   Malam tiba dengan segenap pengaruhnya yang mencekam, membuat aku segera tersadar dengan kegelapan yang mengepung diriku. Aku harus segera keluar dari hutan ini sebelum terlambat.
   Hanya dibantu oleh sinar sang rembulan, aku pun berusaha berjalan kembali ke arah desa.
   Kuyakin dengan arah yang kutuju, namun anehnya aku hanya berputar-putar di sekitar situ saja. Kuyakinkan diriku dengan berpedoman kepada sebuah pohon tua yang agak aneh bentuknya, dahan-dahannya menjuntai ke bawah bak rambut seorang wanita yang menambah keseraman hutan tersebut.
   "Baiklah, sekarang aku akan mulai berjalan dari pohon tua ini ke arah utara yang menurutku arah yang benar untuk kembali ke desaku," kataku lantang seolah-olah ingin didengarkan oleh seisi hutan tersebut.
   Kuayunkan langkahku dengan pasti. Namun apa yang terjadi.
   Setelah berjalan selama beberapa saat, aku kembali ke tempat di mana tempat pohon tua tersebut menyambutku dengan dahannya yang menjuntai seperti rambut seorang wanita.
   "Iiihhh! Seram!"
   "Lo, mengapa aku kembali ke tempat yang sama?" Rasa takut mulai menguasaiku. "Bagaimana ini?" pikirku cemas. Orang tuaku pasti akan memarahiku jika aku belum tiba di rumah untuk makan malam bersama.
   Kucoba lagi dengan mengambil arah yang berbeda dari yang tadi kujalani. Sekali lagi aku kembali ke tempat semula. Hal tersebut kuulangi beberapa kali, namun sia-sia. Aku hanya berputar-putar di situ saja.Â