“Kowe dino iki meh mangan ndi?”
“Dino iki meh lungo ndi?”
"Ning omah ae istirahat"
Sisipan pembicaraan tersebut adalah pembicaraan sehari-hari saya di Semarang. Beberapa hari di kota ini bikin saya mudeng bahasa Jawa sedikit-dikit. Maklum aja, bahasa jawa medok saya dengar di keliling saya setiap hari, entah di rumah, entah di jalan, atau di restoran. Intinya, saya merasa terhibur dengan keakraban dan rasa kekeluargaan orang-orang disana, rasanya beda sekali dengan orang Jakarta yang lebih individualis. Anyway, that’s the good point. Now, what’s the downside? Kekurangannya, setelah satu hari saja muter-muter sambil wisata kuliner-an sampai mabok, saya sudah nggak tau lagi mau kemana dan ngapain.
Adakah suatu hal menarik yang bisa saya lakukan di Semarang selain makan dan bercengkrama? Saya yang penasaran mulai mencari informasi wisata alamiah yang berada tidak jauh dari Semarang. Diantara sekian banyak artikel perjalanan ke Semarang, ada satu yang menarik buat saya, yaitu sebuah tulisan mengenai Brown Canyon dengan foto-foto yang menawan. Eh, pengen kesini! Tapi…apa benar foto ini asli atau jangan-jangan cuman kelihatan keren karena pake kamera mahal? *pesimistapipenasaran.
Ternyata banyak dari warga sekitar yang ditanya mengenai Brown Canyon tidak tahu menahu mengenai nama tempat tersebut, apalagi lokasinya. Maklum tempat ini memang bukan tempat wisata, melainkan hanya merupakan tempat galian pasir yang masih aktif sampai sekarang. Menurut penjelasan dari internet, proses penggalian yang terjadi bertahun-tahun lamanya mengikis bukit tersebut dan secara tidak sengaja membuat tekstur tebing yang unik. Orang Semarang biasa mengenal Brown Canyon dengan nama tempat galian C.
Untuk mencapai Brown Canyon, saya melewati rute Banyumanik menuju Tembalang, lalu menuju Sigar Bencah. Setelah terlihat perempatan pasar Meteseh, tinggal mengambil jalan lurus saja. Akses ke Brown Canyon memang tidak bersahabat, jalanannya rusak dan berdebu. Waktu kesana, saya melihat ada proses perbaikan jalan, separuh bagian jalan sudah ditinggikan dan dicor dengan beton. Sebelum bisa menemukan Brown Canyon, saya harus melewati perkampungan penduduk terlebih dahulu dan seperti diduga-duga, saya sempat tersesat. Untungnya, disekitar sana ada warga setempat yang menunjukkan jalan untuk bisa sampai ke tempat galian pasir C. (Ingat: kalau bertanya gunakan istilah tempat galian pasir C, karena masyarakat setempat kebanyakan tidak mengetahui istilah Brown Canyon).
Pemandangan tebing-tebing tinggi beraneka bentuk dengan pepohonan yang tumbuh diatasnya menyambut dari kejauhan. Sekilas saya jadi teringat dengan suasana di Grand Canyon, U.S., wuih keren abis. Belum lagi, ada sebuah jalanan meliuk-liuk keatas bukit yang menambah keindahan panorama Brown Canyon. Gak heran kenapa banyak fotografer datang kesini untuk memotret.
Tebing dengan aneka bentuk