Artinya, partai politik semestinya melakukan program-program pemberdayaan masyarakat di tingkat lokal. Sehingga nampak bahwa partai politik mampu melakukan fungsi penyeimbang dalam pelaksanaan otonomi daerah. Kondisi ini menimbulkan bahaya politis terhadap kehidupan politik lokal.
Bahkan, seharusnya partai politik melakukan berbagai pendekatan dan mengajak masyarakat untuk secara bersama memikirkan kelangsungan jalannya roda pemerintahan dan pembangunan daerah sejalan dengan napas otonomi daerah.
Padahal mengaktualisasikan kepentingan masyarakat lokal tidak terlepas dari peranan partai politik. Itu sebabnya, rakyat sangat berharap banyak kepada peran partai politik, apalagi sekarang ini rakyat memilih langsung calon anggota legislatif dan presiden.
Partai-partai politik harus melakukan sesuatu untuk rakyat pada ajang pemilu. Mengambil hati rakyat sangat perlu bagi setiap partai politik, karena hal itu merupakan bagian dari pendidikan politik rakyat. Namun, kenapa partai politik dan caleg selalu gagal memberikan pendidikan politik dalam pengertian yang seluas-luasnya.
Sebaliknya rakyat hanya dijadikan 'sapi perahan' dalam mendulang perolehan suara. Hak politik rakyat hanya dihargai puluhan ribu rupiah. Selain itu, diberi sesuatu sebagai pemanis yang tidak mengandung nilai politis dalam arti pendewasaan berdemokrasi.
Sungguh sangat naif perilaku elit politik yang sedemikian rupa. Mereka hanya mampu mengeksploitir kewajiban rakyat (baca: pemilih) semata-mata untuk kepentingan sesaat.
Tidak seharusnya proses politik seperti ini terulang pada setiap pesta demokrasi kalau para elit politik sungguh-sungguh ingin mencerdaskan rakyat dalam berdemokrasi Dalam kondisi yang sedemikian rupa, patut dipertanyakan sejauhmana pemilih memaknai arti demokrasi. Maka tidak ada salahnya bila pemilu dicap sebagai 'demokrasi kaum penjahat'.
Ini adalah sebuah pemikiran atau analis yang menunjukkan bahwa sebenarnya perilaku elit politik tidak ubahnya kawanan penjahat. Alhasil proses politik yang lahir pun merupakan proses 'demokrasi kaum penjahat'.
Untuk menggugurkan pandangan atau analis itu, para elit partai politik dan caleg, mau tidak mau harus mengubah perilakunya. Dan, menempatkan Pemilu sebagai ajang pencerahan, pencerdasan, dan pendewasaan berdemokrasi. Pola mengumbar janji manis kepada rakyat harus diharamkan. Sehingga mimbar kampanye Pemilu akan lebih bermakna bagi rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H