Mohon tunggu...
Tony Herdianto
Tony Herdianto Mohon Tunggu... Freelancer - Suka kopi dan jajanan

saya senang membaca dan sedang belajar menulis . senang menanam pohon atau kembang . mendengarkan musik . mencoba selaras dengan alam menyatu secara harmoni.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tak Ada Gading Tak Retak

1 Juni 2020   06:09 Diperbarui: 1 Juni 2020   06:39 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari hari ini ketika melongok ke sebuah negara yang katanya maju namun nampak bar bar dipermukaan. Ya itu insiden penangkapan yang berlebihan seorang polisi kepada tersangka. Apalagi dibumbui berdasar kebencian warna kulit. Oh my God, what's goin on. 

Sebelum berkuasa penuh atas wilayah di Amerika Utara sana bangsa Eropa memang melakukan pembasmian secara terstruktur, sistematis dan masif terhadap suku bangsa Indian.

Ya itulah amerika yang katanya paling majemuk penduduknya namun masih sangat teramat rentan rasisme. Eits amerika tidak sendirian, setidaknya ameriki juga begitu. Rasisme yang nggak ada dasar rasionalitasnya semakin menjadi berkat kemajuan teknologi internet. Sebarannya hanya hitungan per detik.

Sungguh suatu capaian yang luar biasa. Mengingat pada saat yang sama demokrasi menjadi pertaruhan manakala mayoritas versus minoritas. Bahwa pokok demokrasi adalah pemufakatan bersama digiring menjadi mayoritas belaka. Katanya demi menuju yang lebih baik namun semakin menambah luka menjadi dalam.

Inilah yang nampak akhir ini, absurd dan sangat tidak rasional. Demokrasi hanya sebatas pergantian kekuasaan satu ke lainnya. Bahkan hukum cuma jadi tameng melanggengkan status quo. Sungguh ironis saat yang sama kaum demokrat berjuang agar semua warga setara dimuka hukum.

Kejadian di Amerika hari ini juga berkawanan dengan di amiriki. Penyebaran dusta terkait kegiatan demokrasi yang katanya ada ancaman. Mereka lupa bahwa pegiat demokrasi ketika orde bangke berkuasa bahkan sampai kehilangan nyawa.

Dus nyatanya demokrasi juga terpaksa mengampu para penunggang kuda yang hari ini teriak lantang penguasa berlaku dhalim kepada kelompoknya. 

Memang demokrasi selalu mengalami pasang surut namun dampaknya luar biasa. Maka amerika dengan model demokrasi liberalnya masih banyak boroknya. Amerika seharusnya bertumpu dengan demokrasi ekonomi yang koperasi sebagai soko guru. Dijamin cespleng asal watak kolonial yang rasis dan penuh pengistimewaan kelompok dibuang jauh-jauh.

Resep di atas bisa dan hanya bisa jika ada kemauan bersama lebih lebih elit penguasa mau mencopot segala feodalismenya. Maka rakyat biasa akan ikut perilaku pemimpinnya. Jika tidak maka apa yang ada pada rakyat hari ini adalah cermin dari pemimpinnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun