Mohon tunggu...
Kartini Kartini
Kartini Kartini Mohon Tunggu... -

Travelling is like my passions

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nur Amalia: Membela Perempuan Hingga Parlemen

7 April 2014   23:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:56 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Persoalan perempuan di negeri Indonesia tiada habisnya. Dimulai dari ruang terkecil keluarga hingga ranah publik yakni dunia kerja. Misalnya saja kasus yang hangat akhir-akhir ini. Seorang TKW bernama Satinah. Ia terancam hukuman pancung di Arab Saudi. Satinah bisa bebas asalkan sanggup membayar diyat sejumlah 21 Milyar. Pendampingan hukum pun sudah dilakukan. Namun keluarga korban tetap meminta pembayaran diyat.

Pembayaran diyat bukan akhir dari solusi untuk semua persoalan TKW yang muncul. Dengan kasus ini pemerintah seyogyanya bisa melindungi perempuan melalui kebijakan yang dibuatnya.

Mengangkat isu perempuan di negeri ini. Bukan persoalan yang mudah. Negara ini sudah kadung patriarki. Hingga kebijakan-kebijakan yang digelontorkan ke publik pun, nuansanya kental sekali dengan logika laki-laki.

Masyarakat sipil giat mendorong perempuan maju ke DPR. Alasannya, dengan keterlibatan perempuan dalam membuat kebijakan, khususnya untuk perempuan. Kebijakan tersebut dapat melindungi perempuan dari kekerasan. Caleg perempuan, karena ia bergelut dengan persoalannya sendiri. Sehingg perempuan bisa lebih peka dan mudah menyuarakan apa yang dirasakannya. Lalu muncul adanya kewajiban dari setiap partai untuk memenuhi  kuota 30% untuk caleg perempuan. Hingga sekarang sudah terlihat bermunculan Anggota Dewan perempuan.

Sosok Calon Legislatif  Perempuan DAPIL 1 Banten

Nur Amalia begitu nama lengkapnya. Namun, kesehariannya ia akrab disapa mba Nunung atau Neng Nunung. Mba Nunung begitu saya sering menyapanya. Wajahnya yang ramah. Membuat siapa saja tak segan ingin berbincang dengannya. Tiada jarak dengan siapapun. Kita bisa menemui dia di kantornya. Bahkan anda bisa saja menemui dia di metromini hingga communter line.

Di sela-sela kesibukannya sebagai pekerja sosial. Ia masih menjadwalkan waktunya untuk anak-anak tercinta. Mengantar sekolah dan menemani belajarnya.

20 tahun lamanya seorang Nunung sudah malang melintang di dunia LSM. Ia telah menggeluti kerja-kerja yang dekat dengan warga sejak 1988. Saat itu ia masih duduk dibangku manis perkuliahan. Namun dengan penuh semangat, ia turut terlibat membela kasus-kasus konflik tanah. Nunung pun menceburkan diri sebagai relawan di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Jakarta.

Nunung yang bersahaja mengawali karir advokasinya tahun 1993. Ia gabung dengan LBH Jakarta dan memokuskan diri menangani kasus pertanahan dan lingkungan. Kecintaannya pada pekerjaan ini, membuat ia melebarkan sayap ke lembaga yang lebih luas lagi yaitu YLBH (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum).

Konflik masyarakat acapkali akrab dengan kehidupannya. Ia terjun langsung ke lapangan mengorganisir. Memberikan pelatihan hingga proses pendampingan ke pengadilan.

Selama bertahun-tahun juga ia terlibat dalam pertemuan Komisi HAM PBB di Jenewa dengan menyuarakan hak-hak masyarakat adat yang ada di Indonesia.

Tahun 1999 ia bersama dengan kawan-kawan seperjuangan mendirikan organisasi yang melindungi hak-hak masyarakat adat. Lalu terbentuklah AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara).

Pekerjaan seorang Nunung penuh resiko apalagi ia seorang perempuan. Namun ia tetap tangguh menjalaninya. Terjun ke pelosok-pelosok kampung senusantara dan melakukan pendidikan sudah menyatu dengan darahnya. Pada masa pemerintahan ORBA ia cukup vokal melakukan pembelaan hak-hak masyarakat adat.

Masa Orde Baru terkenal dengan rezim yang suka menculik aktivis vokal. Pada masa itu Nunung juga sering mendapat ancaman bahkan intimidasi ketika terjun kelapangan. Namun kegigihan dan kecintaannya membela kaum yang perlu dibela tak menyurutkan perjuangannya. Ia dengan gagah terus maju.

Komitmen lain yang ia perjuangkan adalah membela persoalan perempuan di wilayah nelayan, petani, buruh dan miskin kota. Komitmennya terhadap pembelaan kaum perempuan ia tuangkan dalam wadah organisasi APIK. Lembaga ini ia dirikan tahun 1995 bersama rekan pengacara perempuan lainnya.

Terjun ke dunia politik praktis bukan cita-citanya. Selama ini ia banyak berkecimpung sebagai konsultan politik untuk training para calon legislatif perempuan. Perjalanan ini berubah ketika ia ditawari oleh mantan Sekjen dari partai tertentu untuk ikut berperan disana. Atas renungan dan dorongan rekan-rekannya. Ia memutuskan untuk turut rembug dalam pencalonan Anggota Legislatif DPR RI DAPIL Banten 1. Untuk daerah pemilihan Kabupaten Lebak dan Pandeglang.

Ia di dapuk menjadi calon anggota legislatif di wilayah yang kondisi wilayahnya secara umum mengenaskan. Korupsi merajalela dikalangan para pemimpin. Bahkan kasus korupsinya saja tercatat 1600 kasus dan sedang diajukan ke KPK. Belum lagi kita sering melihat dari media social, cetak bahkan televisi yang menayangkan berita  anak-anak SD pergi ke sekolah melintasi sungai dengan sangat mengenaskan. Artinya persoalan-persoalan infrastruktur Banten memang betul-betul memprihatinkan. Dengan kondisi seperti itu. Seorang Nur Amalia terenyuh untuk berbuat sesuatu terhadap mereka.

Banten adalah wilayah yang uniq. Wilayah ini mempunyai kekayaan budaya yang perlu dijunjung tinggi. Ada kelompok baduy yang hingga kini masih terpelihara. Budaya-budaya lokal turun temurun seperti permainan debus. Bersama anak muda Banten. Seorang Nur Amalia mengajak kembali mempopulerkan budaya main engrang. Salah satunya dengan Festival Engrang.

Gagasan lain yang ia berikan untuk warga Banten adalah dengan
membantu 1000 pasangan dalam pengurusan buku nikah. Selain itu juga ia memberikan informasi seputar hak-hak sebagai warga negara.

Seorang Nunung yang sudah berpengalaman bergerak mengurusi persoalan perempuan. Dengan mudah ia memberikan edukasi untuk warga ibu-ibu di wilayah Banten. Pendidikan yang ia berikan mengenai hak perempuan, pendidikan, kesehatan dan anak-anak. Ia sudah terbiasa bersentuhan dengan warga. Sehingga ia tak canggung lagi ketika berdiskusi dengan warga Banten dalam setiap kunjungannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun