Mohon tunggu...
Tanaya
Tanaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psychology Student At Unversity of Airlangga

Mahasiswi Psikologi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menggali Kecanduan Tiktok: Ketika Hiburan Melebihi Batas

6 Juni 2024   12:09 Diperbarui: 6 Juni 2024   12:09 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kecanduan menonton TikTok sudah menjadi hal umum di kalangan masyarakat, khususnya remaja dan anak-anak. TikTok, platform video berdurasi singkat, telah menjadi pusat perhatian dengan berbagai jenis konten seperti musik, edukasi, kecantikan, tren fashion, dan lain-lain. Dilengkapi fitur untuk membuat, menyunting, hingga membagikan video, TikTok berhasil merajai platform media sosial paling populer sejak awal perilisannya.

Bagaimana TikTok Dapat Menjadi Begitu Adiktif?

Menurut Dr. Julie Albright, seorang pakar sosiologi digital di bidang teknologi dan masyarakat, pengalaman scrolling atau menggulir layar TikTok memiliki sensasi adiktif yang sama dengan bermain slot perjudian.

Sebuah penelitian pada seorang mahasiswa pengguna TikTok di China, menujukkan adanya area otak yang berperan dalam adiksi bekerja sangat aktif saat menonton video Tiktok. Bahkan, cenderung sulit untuk dikendalikan dan berhenti. Ciri khas konten pada TikTok adalah durasi video yang singkat. Namun, konsumsi video pendek jutsru memiliki dampak signifikan pada attention-span atau rentang perhatian.

Menurut WIRED, video TikTok yang paling disukai memiliki durasi antara 21 hingga 34 detik. Dengan kontennya yang berdurasi singkat, TikTok berhasil menghipnotis penggunanya untuk menghabiskan waktu selama berjam-jam.

Dilansir dari Databoks, rata-rata pengguna TikTok menghabiskan 95 menit sehari untuk menonton konten, yang artinya mereka dapat menonton hingga 167 sampai 271 video perharinya.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa menonton video berdurasi pendek dapat mengganggu kemampuan kognitif, khususnya anak-anak dan remaja, untuk fokus pada aktivitas jangka panjang. Bahkan, dapat mengganggu konsentrasi mereka di sekolah atau pekerjaan. Fenomena ini dapat berdampak pada masalah lebih lanjut bagi perkembangan mereka. 

Anak akan cenderung selalu mencari kepuasan dan pencapaian instan. Bahkan, dengan kemampuan yang mampu merangsang pelepasan dopamin dalam otak, TikTok sering dijuluki "Mesin Dopamin" oleh dokter anak.

Cara Terbaik Memanfaatkan TikTok

Tak sepenuhnya TikTok dapat disalahkan. Tak bisa dipungkiri, TikTok dapat menjadi akses pencarian informasi edukatif yang merangkum secara singkat dan cepat. TikTok juga menjadi media promosi dan sponsor bagi produk-produk perusahaan atau menjadi sarana edukasi praktis bagi seluruh elemen masyarakat.

Penggunaannya yang terus meningkat mengharuskan kita untuk memahami dampak psikologis dan perilaku dari aplikasi seperti TikTok. Meskipun menyenangkan untuk dinikmati, kita juga harus bijak membatasi waktu di platform tersebut untuk mencegah kecanduan dan dampak negatif yang mungkin timbul. Perasaan gelisah atau sulit berhenti menonton TikTok seharusnya menjadi alarm pengingat bahwa kita telah berlebihan pada penggunannya. Mari nikmati TikTok dengan cerdas!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun