Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang menjadi momentum yang sangat penting dalam menentukan masa depan Indonesia. Saya mempunyai harapan besar kepada kedua pasangan capres-cawapres agar lebih mengedepankan pendidikan politik untuk mencerdaskan masyarakat, untuk menyadarkan masyarakat arti pentingnya demokrasi sebagai sarana mewujudkan cita cita Indonesia adil dan makmur. Hal tersebut bisa dilakukan para capres dengan mengutamakan penyampaian Pogram dalam setiap kegiatan kampanyenya. Sehingga rakyat akan menjadikan program-program para capres sebagai referensinya dalam menetukan pilihan bukan figuritas, karakter atau citra para capres. Rakyat akan memilih program capres yang mewakili kepentingannya. Pengusaha akan memilih capres yang programnya kondusif dengan dunia usaha, petani akan memilih program capres yang melindungi dan memihak petani, para buruh akan memilih program capres yang memperjuangkan hak-hak para buruh, para profesional akan memilih program capres yang mendukung karir dan profesinya, para pegiat pendidikan akan mendukung capres yang berkomitmen atas alokasi biaya pendidikan, para pegiat sosial akan mendukung program capres yang memberikan jaminan sosial dan kesehatan, dan seterusnya...
Saya akan menentukan pilihan kepada capres yang mempunyai kemauan politik yang kuat untuk melaksanakan tax administration reform yang tercermin dalam program utamanya. Program tax administration reform merupakan hal yang fundamental sebelum melaksanakan program-program yang lain, bagaimana presiden bisa melaksanakan program-programnya yang memerlukan anggaran belanja kalau program terkait anggaran pendapatan tidak dilaksanakan atau tidak menjadi program utama.
Tax administration reform dapat dilaksanakan secara gradual atau secara radical, secara gradual dapat dilaksanakan dengan transformasi kelembagaan (reorganisasi, restrukturisasi dll), transformasi sumber daya manusia (penerapan indikator kinerja utama, analisis beban kerja dll), transformasi teknologi informasi (perbaikan sistem perpajakan, sistem pelaporan, sistem pembayaran dll) dan ini telah dilakukan oleh pemerintahan SBY melalui kementerian keuangan. Tax experts menyampaikan bahwa tax administration reform secara radical perlu dilakukan apabila tax gap dalam suatu negara sangat besar yaitu 40% atau lebih dari tax potential. Tax gap didefinisikan sebagai perbedaan antara pajak yang seharusnya dibayarkan kepada pemerintah dengan jumlah aktual penerimaan pajak. Disamping tax gap menurut para ahli terpenuhinya prasyarat atau prakondisiantara lain:
1.Rendahnya kepatuhan wajib pajak (low voluntary compliance)
Voluntary compliance menjadi syarat mutlak kinerja perpajakan dalam suatu negara yang menerapkan sistem self assesment dimana warga negara diberikan hak untuk menghitung dan melaporkan informasi kewajiban perpajakannya kepada otoritas pajak. Kepatuhan yang dimaksud tidak hanya kepatuhan formal tetapi juga kepatuhan material, tingginya tingkat kepatuhan formal sering kali tidak in line dengan kinerja penerimaan pajak ini membuktikan bahwa kepatuhan material masih rendah dan tercermin pada besarnya tax gap dan atau rendahnya kinerja penerimaan. Rendahnya kepatuhan juga disebabkan adanya lack of fairness dari program law enforcement sehingga detterent effect yang diharapkan untuk meningkatkan kepatuhan tidak berjalan dengan baik. Rendahnya kepatuhan juga disebabkan collection programs belum efektif meningkatkan kinerja penerimaan pajak.
2.Tingginya persepsi publik atas korupsi pada administrasi perpajakan (perception of corruption)
Persepsi publik yang buruk terutama korupsi terhadap administrator perpajakan mempunyai dampak yang complicated terhadap perpajakan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu untuk pemecahannya politik perpajakan, tax morale, tax strategy dll. Setidaknya ada dua yang mempengaruhi persepsi publik, pertama; public services seperti layanan kesehatan, pendidikan, perizinan, transpotasi publik, layanan air bersih listrik sampah dll termasuk didalamnya adalah standar layanan publik institusi pemerintah, kedua; public trust merupakan kepercayaan publik terhadap lembaga dan aparatur pemerintahan.
3.Rigidnya peraturan lembaga pelayanan masyarakat pada sektor publik dalam hal ini perpajakan sehingga ada keterbatasan ruang gerak dalam pengelolaan SDM, biaya dan organisasi.
Indonesia memiliki kondisi tersebut diatas sehingga program tax administration reform secara radical perlu dilaksanakan oleh presiden yang akan datang. Presiden mempunyai kepentingan paling besar dalam tax administration reform tersebut karena memerlukan pendapatan negara lebih banyak (more revenues) untuk membiayai program-programnya (a large expenditure program). Rakyat membutuhkan credible commitment capres lewat program-program yang disampaikan dalam kampanye.
Program tax administration reform secara radical tersebut adalah pembentukan semi autonomous revenue authority, banyak kajian dan literatur yang menyatakan hal tersebut. Banyak negara yang melaksanakan program tax administration reform dengan membentuk semi autonomous revenue authority, negara Amerika latin antara lain Bolivia, argentina, Peru, Colombia, Venuezela, mexico, guatamala dll, negara-negara Afrika antara lain Ghana, uganda, Kenya, Afsel, zambia, Tanzania dll, negara-negara eropa kecuali Spanyol dan negara di asia tenggara yaitu Singapura dan Malaysia (World Bank).
Model semi autonomous revenue authority secara umum sebagaimana model bank central atau Bank Indonesia, menurut Bank Dunia setidaknya ada lima features antara lain; legal character, governance structure, financing mechanism, personnel system dan accountability relationship (World Bank 2002).
Saya berharap kedua capres mempunyai program tax administration reform dan siapa yang paling baik programnya?
Pada akhirnya mari kita tunggu program-program para capres dan tentukan pilihanmu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H