Mohon tunggu...
Tina Tuslina
Tina Tuslina Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

saya adalah ibu rumah tangga yang mempunyai anak 2, saya juga guru di RA. BANI YAHYA SOLEMAN, saya juga mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Tangerang semester IV. pernah menjadi ketua osis di MTs. di MAN aktif di PKS, Pramuka dan obade. pernah mondok di pesantren Riadlul Ulum Cipendeui Cipasung Tasikmalaya. di kampus sebagai ketua mahasiswa pg-paud angkatan 2010-2011. ketua UKM Tari FKIP PG-PAUD

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perkembangan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia

19 Mei 2012   22:22 Diperbarui: 4 April 2017   18:12 144159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat.

Selama itu anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN DI INDONESIA

Dewasa ini peranlembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang dalam berolah system maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu lembaga pendidikantidakhanya sebagai wahana untuk system bekal ilmu pengetahuan, namun juga sebagai lembaga yang dapat memberi skill atau bekal untuk hidup yang nanti diharapkan dapat bermanfaat didalam masyarakat.

Sementara itu lembaga pendidikan tidak hanya di tunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada anak yang memiliki keterbelakangan mental. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu di bantu dan di kasihani untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu di sediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pada dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak- anak pada umumnya. Disamping itu pendidikan luar biasa, tidak hanya bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga di tujukan kepada anak-anak normal yang lainnya.

Beberapa sekolah telah dibuka bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus ini. System pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa menjadi salah satu keunggulan yang ditawarkan sekolah – sekolah ini. Jadi anda tidak perlu khawatir dengan masa depan anak anda karena sekolah ini membekali anak untuk bisa hidup mandiri dalam hidupnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

1.Pengertian Pendidikan Luar Biasa

Pendidikan luar biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional, mental sosial, tetapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Selain itu pendidikan luar biasa juga berarti pembelajaran yang dirancang khususnya untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak kelainan fisik. Pendidikan luar biasa akan sesuai apabila kebutuhan siswa tidak dapat diakomodasikan dalam program pendidikan umum. Secara singkat pendidikan luar biasa adalah program penbelajaran yang disiapakan untuk memenuhi kebutuhan unik dari individu siswa.

2.Sejarah Perkembangan Pendidikan Anak Luar Biasa

Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar biasa pada akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19. Di indonesia sejarah perkembangan luar biasa dimulai ketika belanda masuk ke indonesia,( 1596 – 1942 ) meraka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasibarat. untuk pendidikan bagi anak–anak penyandang cacat di buka lembaga-lembaga khusus.lembaga pertama untuk pendidikan anak tuna netra,tuna grahita tahun 1927 dan untuk tuna rungu tahn 1930. Ketiganya terletak di kota Bandung.

Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-undangkan yang pertama mengenai pendidikan. Mengenai anak- anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental , undang – undang itu menyebutkan pendidikan danpengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan ( pasal 6 ayat 2 ) dan untuk itu anak –anak tersebut ( pasal 8) yang mengatakan semua anak – anak yang sudah berumur 6 tahun dan 8 tahun berhak dan diwajibkan belajar disekolah sedikitnya 6 tahun dengan ini berlakunya undang – undang tersebut maka sekolah – sekolah baru yang khusus bagi anak – anak penyandang cacat.Termasuk untuk anak tuna daksa dan tuna laras, sekolah ini disebut sekolah luar biasa.

Berdasarkan urutan sejarah berdirinyaSLB pertama untuk masing – masing katagorikecacatan SLB itu dikelompokan menjadi :

a.SLB bagian A untuk anaktuna netra

b.SLB bagian B untuk anak tuna rungu

c.SLB bagian C untuk anak tuna Grahta

d.SLB bagian D untuk anak tuna daksa

e.SLB bagian E untuk anak tuna laras

f.SLB bagian Funtuk anak tuna ganda

Konsep pendidikan terpadu diperkenalkan di indonesia pada tahun1978 yang bertujuankhusus untuk anak tuna netra.

3.Pasal – Pasal Yang Melandasi Pendidikan Luar Biasa

Seluruh warga negara tanpa terkecuali apakah dia mempunyai kelainan atau tidak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dijamin oeh UUD 1945 pasal 31 ayat1 yang mengumumkan. Bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

Pada tahun 2003 pemerintah mengeluarkan undang- undang no 20 tentang systempendidikan nasional ( UUSPN ). Dalam undang – undang tersebut dikemukakan hal- hal yang erat hubungan dengan pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus sebagai berikut ;

Bab 1( pasal 1 ayat 18 ) Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus di ikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah

Bab II ( pasal 4 ayat 1 ) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis berdasarkan HAM,agama,kultural,dan kemajemukan bangsa.

Bab IV ( pasal 5 ayat 1 ) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang memiliki kelainan fisik,emosionl,mental,intelektual atau sosial berhakmemperoleh pendidikan khusus.

Bab Vbagian 11 Pendidikan khusus (pasal 32 ayat 1 ) Pendidikan khusus bagi pesertayang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional,mental,sosial atau memiliki potensi kecerdasan.

LAYANAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI BERKEBUTUHAN KHUSUS

Pada mulanya yang dimaksud dengan anak kebutuhan pendidikan khusus hanyalah anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan saja. Namun, dewasa ini anak dengan kebutuhan pendidikan khusustermasuk pula anak lantib dan berbakat.

A.Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan berbakat (Mulyono, 2006:26). Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan (exception) atau luar biasa. Ketunaan berbeda dengan konsep berkelainan. Konsep ketunaan hanya berkenaan dengan dengan kecacatan sedangkan konsep berkelainan atau luar bisa mencakup anak yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan.

Banyak istilah digunakan untuk mencoba mengkategorikan anak-anak dengan kebutuhan khusus, beberapa istilah yang dapat membantu guru mengumpulkan informasi yang merencanakan untuk masing-masing anak mencakup: dungu, gangguan fisik, lumpuh otak, gangguan emosional, ketidakmampuan mental, gangguan pendengaran, gangguan pengllihatan, ketidak mampuan belajar, autistuk, dan keterlambatan perkembangan.

Kata-kata yang sering digunakan seiring berasal dari konsep lama dan mengabaikan sikap dan pengharapannegatif petunjuk berikut berguna memikirkan dan merencanakan dengan ketidakmampuan:

·Tekankan keunikan dan nilai dari semua anak daripada perbedaan mereka.

·Jaga pandangan masing-masing: hindari penekanan ketidakmampuan dengan mengenyampingkan pencapaian masing-masing.

·Pikirkan cara anak yang tidak berkemampuan dapat melakukan sesuatu sendiri ayau untuk anak yang lain.

·Berikan lingkungan di mana anak yang bermasalah ikut serta dalam kegiatan dengan anak yang tidak bermasalah dan cara-cara yang bermanfaat satu sama lainnnya.

B.Anak Usia Dini yang membutuhkan perhatian khusus

Pada kenyataannya, di berbagai Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (LPAUD), baik di TK, Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak dan satuan PAUD sejenislainnya selalu saja terdapat anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus. Hal ini dijelaskan oleh Jamaris (2006:80-92) dan Mulyono (2006:6-9), bahwa terdapat masalah-masalah perilaku psikososial, berkesulitan belajar, ataupun anak dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktif. Disisi lain, Jamaris (2006:94-100) juga menjelaskan bahwa terdapat anak dengan tingkat intelegensi yang luar biasa, seperti anak tuna grahita atau anak gifted dan berbakat.

Masalah-masalah perilaku psikososial yang seringkali muncul adalah:

(1)Penakut, seperti takut pada binatang, takut pada gelap, kilatan petirdan suara gemuruhyang menyertainya,takut pada orang asing dan atau rasa takut yang muncul dalam benak anak berdasarkan fantasi yang dibuatnya sendiri;

(2)Perilaku agresif, yang tampak pada tindakan-tindakan anak yang cenderung melukai anak lain, seperti menggigit, mencakar atau memukul. Biasanya perilaku seperti ini muncul sejak usia 2,5-3 tahun, selanjutnya perilaku tersebut seolah hilang dan berganti dengan ekspresi mencela, mencaci atau memaki (Jamaris 2006:81);

(3)Pendiam, menarik diri dan atau rendah diri, perilaku ini disebabkan oleh sikap orang tua yang terlalu berlebihan dalam mengontrol perilaku anak, yaitu adanya berbagai larangan yangg pada akhirnya berujung pada pengekangan pada diri anak. Hal ini tampak pada orangtua yang selalu mengatakan ‘tidak boleh ini, tidak boleh itu...atau jangan begini, jangan begitu...’.

Belakangan ini, seringkali juga terdengar istilah anak dengan budaya Autisme. Kanner dalam Jamaris (2006:85) adalah orang yang mengemukakan istilah autisme; Anak autis adalah anak yang mengalami outstanduing fundamentaldisorder, sehingga tidak mampu melakukan interaksi dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, anak autis bersifat menutup diri dan tidak peduli, serta tidak memperhatikan lingkungannya (Greenspan dan Wider dalam Jamaris, (2006:85).

Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang memiliki intelegensi normal atau diatas normal, akan tetapi mengalami satu atau lebih dalam aspek-aspek yang dibutuhkan untuk belajar. Istilah kesulitanbelajar terjemahan dari learning disability, sebenarnya tidak tepat, seharusnya diterjemahkan sebagai ketidakmampuan belajar (Mulyono, 2006:6)

Kesulitan belajar ini disebabkan karena terjadi disfungsi ringan dalam susunan syaraf pusat (minimal brain disfunction). Kesulitan belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu:

1.Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (development learning disability) dengan disfungsi yang dapat terlihat pada kelainan persepsi, kesulitan dalam menerima informasi, menyusun informasi agar dapat dipahami, bahkan sulit dalam mengkomunikasikan informasi yang diterima atau didengar, yang berdampak pada kesulitan bahasa dan komunikasi, seperti sulit dalam mengucapkan kata-kata, merangkai kata, sulit menyebutkan nama benda akibat keterbatasan kosa kata; kesulitan koordinasi gerakan visual motorik, yang berdampak pada kesulitan dalam melakukan koordinasi gerakan visual (pandangan mata) – motorik (gerakan tangan, jari tangan atau kaki) secara serempak dan terarah pada satu tujuan, seperti sulit memasukkan sedotan kedalam botol kosong, menendang bola kaki, selalu meleset; Kesulitan berpikir, yang menyangkut kesulitan dalam melakukan operasi kognitif (berpikir), sulit dalam mengfungsika formasi konsep, asosiasi dan pemecahan masalah, seperti tidak mampu membuat klasifikasabenda-benda yang dapat terbang di angkasa, tidak mampu manghubungkan pengalaman yang telah ada dengan pengalaman baru (Reid dan Lovit dalam Jamaris, 2006:87-91).

2.Kesulitan belajar akademik (academic learing disabilities) yang ditunjukan pada adanya kagagalan-kagagalan dalam pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan, mencakup kegagalan dalam penguasaan keterampilan dalam membaca, manulis, dan atau matematika.

Selanjutnya, dijelaskan bahwa penyebab kesulitan belajar adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor eksternal yaitu antara lain berapa strategi pembelajaran tang keliru, pengelolaan kagiatan belajar yang tidak memebangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat (Mulyono, 2006:13).

Perilaku lainnya adalah anak dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktif, dikenal dengan sebutan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah anak yang sulit melakukan seleksi terhadapstimulus yang ada disekitarnya, yang berakibat sulit dalam memusatkan perhatiannya dan menjadi hiperaktif, tampak dalamperilaku yang selalu bergerak, impulsif/ bertindak tanpa berpikir, tidak dapat menahan marah, kekecewaan dan atau suka mengganggu. Papalia dan Olds ( 1995:298) menuliskan bahwa dari keseluruhan populasi anak terdapat sekitar 3% anak dengan ADHD; Anak laki-laki memiliki kemungkinan 6 sampai 9 kali lipat untuk mengalami ADHD dibandingkan anak perempuan. Selanjutnya dikatakan bahwa tanda-tanda ADHD teiah muncul pada usia 4 tahun atau dibawah 10 tahun, namun biasanya orang tua baru menyadari anaknya cenderung ADHD setelah anak masuk sekolah.

Selain berbagai masalah dan kesulitan yang telah dikemukakan di atas, terdapat juga anak usia dini dengan tingkat intelegensi yang luar biasa, yaitu anak tunagrahita serta anak gifted dan berbakat. Jamaris (2006:94-95) menjelaskan bahwa anak tunagrahita atau anak mentally retarded adalah kelompok anak yang memiliki tingkat intelegensi dibawah normal. Ketunagrahitaan tampak dalam kesulitan ‘adaptive behavior’ atau penyesuaian perilaku, dimana mereka tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran (standar) kemandirian dan tanggungjawab sosial. Anak tunagarahita juga mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan berpartisipasi dengan kelompok teman yang memiliki usia sebaya.

Disisi lain, suatu ramhat bagi beberapa orangtua yang dikaruniai anak gifted dan berbakat, anak gifted dan talented (berbakat) adalah anak yang memiliki kemampuan yang luar biasa, baik intelegensinya maupun bakat khusus dan kreativitasnya, sehingga anak mampu mencapai kinerja dengan kualitas yang luar biasa. Untuk mewujudkan potensi yang tersembunyi tersebut, maka diperlukan layanan pendidikan khusus disamping pendidikan yang diberikan pada anak normal di sekolah biasa (Jamaris 2006:100-101). Anak gifted dan talented biasanya memiliki kreativitas yang tinggi, seperti:

(1)Kelancaran dalam memberikan jawaban dan mengemukakan pendapat ataupun ide-ide.

(2)Kelenturan dalam mengemukakan berbagi alternatif dalam pemecahan masalah.

(3)Kemampuan dalam menghasilkan berbagai ide atau karya yang merupakan keaslian dari hasil pikirannya sendiri. Bakat khusus ditunjukkan oleh anak dalam beberapa bidang tertentu, misalnya sangat berbakat pada bidang musik, atau bidang IPA seperti menciptakan berbagai temuan dalam sains.

C.Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia

Diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus. “Apabila ditambah dengan anak-anak yang menggunakan kacamata, jumlahnya akan lebih banyak lagi,” ungkap Prof dr Sunartini, SpA (K), PhD dalam pidato pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta di gedung senat perguruan tinggi itu, Kamis (28/5). Secara global, tuturnya, diperkirakan ada 370 juta penyandang cacat atau sekitar 7 % populasi dunia,kurang lebih 80 juta di antaranya membutuhkan rehabilitasi. Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen mempunyai akses pelayanan.

Istilah anak berkebutuhan khusus adalah klasifikasi untuk anak dan remaja secara fisik, psikologis dan atau sosial mengalami masalah serius dan menetap. Anak berkebutuhan khusus ini dapat diartikan mempunyai kekhususan dari segi kebutuhan layanan kesehatan, kebutuhan pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, pendidikan inklusi, dan kebutuhan akan kesejahteraan sosial dan bantuan sosial. “Selama dua dekade terakhir istilah anak cacat telah digantikan dengan istilah anak dengan kebutuhan kesehatan khusus,” jelasnya.

Menurut Sunartini, istilah anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus sebagai pengganti istilah anak cacat. Ini dinilainya manusiawi, tapi di Indonesia belum disepakati. Karena itu perlu ditetapkan dalam peraturan perundangan agar dapat dimasukkan sebagai program yang diutamakan di berbagai departemen yang berkaitan. Namun dia mengakui, masalah anak dengan kebutuhan khusus di bidang kesehatan belum menjadi prioritas, masih kalah dengan penyakit infeksi dan berbagai keadaan kurang gizi.

Selain itu, ia menambahkan, sampai saat ini terjadi keterbatasan dan belum disediakannya fasilitas khusus seperti jalan yang bisa dilalui kursi roda, jalan yang aman bagi anak dengan palsi serebral, jalan yang dibuat khusus bagi anak tuna netra hingga bisa mandiri sampai tujuan. Penggunaan jalan seringkali menyebabkan kesulitan bagi anak berkebutuhan khusus. Demikian juga fasilitas kesehatan, masih sukar dicapai para penyandang cacat, di samping petugas kurang tanggap.

Sunartini mengatakan, menghadapi terjadinya anak berkebutuhan khusus karena penyimpangan perkembangan otak, langkah yang paling tepat adalah mengenali atau mendeteksi dini kelainan yang ada, baik oleh penolong persalinan, tenaga kesehatan, serta masyarakat, terutama orangtua dan keluarganya. Setelah itu, diikuti penanganan atau intervensi dini, baik secara promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.

Banyak faktor penyebab gangguan pembentukan dan perkembangan otak anak sejak saat pembuahan, lahir, saat bayi, masa anak sampai remaja. Pada awal kehamilan terutama minggu kedua sampai keenambelas di saat pembentukan organ ada berbagai hal yang dapat menyebabkan pembentukan otak tidak sempurna atau rusak antara lain karena kekurangn gizi dan mikronutrien seperti iodium, zink, selenium, kekurangan asam folat, obat-obatan teratogenik seperti obat peluntur haid. Juga obat penenang seperti talidomid, keracunan logam berat seperti Hg atau Pb (timbal), infeksi intra uterin seperti TORCH dan kekerasan karena usaha pengguguran dengan pijatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun