Mohon tunggu...
Tanah Beta
Tanah Beta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa Semester Akhir pada IAIN Ambon

menulislah sebelum dunia menggenggam nafasmu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Agama Politik

30 Maret 2018   21:19 Diperbarui: 30 Maret 2018   21:47 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Adam Makatita

seperti di abad-abad terlewati
Mereka menjajaki diri
melebihi segala alat produksi
lalu yang tampak hanya sebuah lelucon dibuat petisi

tuhan, diimani tapi ada melebihi itu
lalu pemeran sirkus cipta lucu
mencari posisi diambang penghabisan waktu
politik dijadikan agama baru.

tahun-tahun---datang dan pergi---serupa hari ibadah
layaknya IdulFitri, Imlek, natal, Waisak dan lainnya.
agama dan politik mirip kembar, tapi siam
politisi sudah menjadi nabi-nabi

periodesasi menjadi tuhan untuk eksistensi kuasa
padahal lambat laun menjadi aksioner
tidak melihat pada titik kesejahteraan
lalu semua-muanya ibarat agama memiliki pengikut

yang sedemikian itu terlihat di abad 18-19 lalu.
yang sedikit itu menjadi doktrin keimanan---tapi sesaat
yang sedemikian itu, siapa tahu
membuat aktor sampai figuran politik menjadi beriman sesaat.
bukan karena cakapan nurani, melainkan otoritas kuasa menjadi taklid jumpa para pengabdi.

inikah wajah baru peradaban
dipenuhi cahaya kaum munafik beruban
pada paruh waktu jadikan rakyat sebagai pelampiasan pemenuhan sahwat berpolitik.
siap yang salah?
otoritas politik dijadikan sebagai perenungan keagamaan.
lalu menjadi doktrin untuk kebutuhan hidup sanak famili.

dan pada akhirnya
pembodohan merajalela diantara kepala pengabdi politik
sementara kepercayaan dan keyakinan beragama hilang bahtera.
siapa yang salah?
politik menjadi sebuah kepercayaan umat
sementara semua itu menjadi alat
pembodohan di segala jagat.

siapa yang salah?


Maret 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun