Oleh: Adam Makatita
seperti di abad-abad terlewati
Mereka menjajaki diri
melebihi segala alat produksi
lalu yang tampak hanya sebuah lelucon dibuat petisi
tuhan, diimani tapi ada melebihi itu
lalu pemeran sirkus cipta lucu
mencari posisi diambang penghabisan waktu
politik dijadikan agama baru.
tahun-tahun---datang dan pergi---serupa hari ibadah
layaknya IdulFitri, Imlek, natal, Waisak dan lainnya.
agama dan politik mirip kembar, tapi siam
politisi sudah menjadi nabi-nabi
periodesasi menjadi tuhan untuk eksistensi kuasa
padahal lambat laun menjadi aksioner
tidak melihat pada titik kesejahteraan
lalu semua-muanya ibarat agama memiliki pengikut
yang sedemikian itu terlihat di abad 18-19 lalu.
yang sedikit itu menjadi doktrin keimanan---tapi sesaat
yang sedemikian itu, siapa tahu
membuat aktor sampai figuran politik menjadi beriman sesaat.
bukan karena cakapan nurani, melainkan otoritas kuasa menjadi taklid jumpa para pengabdi.
inikah wajah baru peradaban
dipenuhi cahaya kaum munafik beruban
pada paruh waktu jadikan rakyat sebagai pelampiasan pemenuhan sahwat berpolitik.
siap yang salah?
otoritas politik dijadikan sebagai perenungan keagamaan.
lalu menjadi doktrin untuk kebutuhan hidup sanak famili.
dan pada akhirnya
pembodohan merajalela diantara kepala pengabdi politik
sementara kepercayaan dan keyakinan beragama hilang bahtera.
siapa yang salah?
politik menjadi sebuah kepercayaan umat
sementara semua itu menjadi alat
pembodohan di segala jagat.
siapa yang salah?
Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H