Mohon tunggu...
Sri Utami
Sri Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah hobi yang sangat menyenangkan untuk saya. Saya bisa mengekspresikan rasa dalam untaian kata yang berlimpah. Menulis fiksi salah satu keajaiban imajinasi yang Tuhan karuniakan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Doa di Ujung Penyesalan

28 Februari 2024   10:48 Diperbarui: 28 Februari 2024   10:58 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

W.S. Rendra adalah seorang penyair yang terkenal di Nusantara. Melalui karyanya kita dapat mengenal lebih jauh tentang dunia sastra. Salah satunya adalah puisi, di sini saya akan membahas mengenai puisi karya W.S Rendra yang berjudul Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang. Puisi tersebut bertemakan perjuangan seorang prajurit sebelum turun ke medan perang. Seorang prajurit tak hanya berperang untuk melawan musuhnya, tetapi perang melawan batin diri sendiri. Sebelum bertempur, prajurit tersebut berdoa kepada Tuhan agar dosa-dosanya diampuni setelah menumpahkan banyak darah. Walaupun puisi tersebut menggambarkan penyesalan seorang prajurit, penyair menuliskan puisinya dengan apik. Penggunaan kata kau dan aku yang dominan di puisi tersebut menunjukkan bahwa penyair merujuk kepada diri sendiri dan Tuhan seolah-olah aku-lirik meminta ampun atas perbuatannya.

Gaya bahasa di dalam puisi Doa Seorang Serdadu menggunakan tiga majas, yaitu hiperbola yang tergambar dalam larik Anak menangis kehilangan bapa Tanah sepi kehilangan lelakinya, metafora yang tergambar di dalam bait empat larik satu sampai dengan tujuh, pada larik tersebut seolah-olah Tuhan memiliki sifat yang sama seperti manusia yaitu dapat mendekap sesuatu dengan kedua lengannya. Dan yang terakhir, majas personifikasi yang tergambar dalam larik Apabila malam turun, nanti sempurnalah sudah warna dosa, dan mesiukembali lagi berbicara. Rima dalam puisi tersebut cenderung menggunakan vokal /a/, /i/, dan /u/. Apabila kita mencoba mengapresiasi puisi tersebut dengan membacanya, maka irama yang digunakan adalah nada yang tidak begitu merdu dan parau karena puisi tersebut menggambarkan seorang hamba (prajurit) yang meminta ampun kepada Tuhannya. Setelah membaca dan menganalisis puisi tersebut, maka penyair tidak hanya menggambarkan seorang prajurit dan Tuhannya, namun di dalam puisi tersebut menyimpan aspek historis di kala Indonesia dulu dijajah dan banyak pertumpahan darah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun