Mohon tunggu...
Sri Utami
Sri Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah hobi yang sangat menyenangkan untuk saya. Saya bisa mengekspresikan rasa dalam untaian kata yang berlimpah. Menulis fiksi salah satu keajaiban imajinasi yang Tuhan karuniakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Detik Bercerita

15 Februari 2024   13:58 Diperbarui: 15 Februari 2024   14:19 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dengan berat hati, Sintia mewakili lima orang laki-laki yang tak dikenal sebaris dengannya. Ketika mengangkat kepala, matanya bertemu dengan mata Abizar yang menatapnya dengan tajam. Tak ada wajah manis yang membuatnya terpesona. Kini, di hadapannya hanya raut wajah datar. Setelah mengucapkan kata maaf kepada ribuan siswa, dia tak berani melihat wajah Abizar yang selalu membuatnya tergila-gila.

***

Senin adalah hari yang kacau. Tidak ada burung yang berkicau, yang ada hanya Pak Umam yang sedari tadi meracau. Kesel banget gua, padahal kan gua cuman telat tiga menit, upacara juga belum mulai, eh malah dihukum kacau...kacau... dah mana lagi dia jadi pemimpin upacara, bukannya seneng liat dia, eh malah malu. Aaaa hari senin yang nyebelin...

Senin bagi Sintia memang hari yang penuh musibah. Namun, tidak dengan teman sekelasnya. Hari ini adalah rezeki bagi kelas mereka. Jam kosong, ya jam kosong adalah jam yang sangat diminati oleh para siswa. Tak seperti teman yang lainnya, Sintia sangat sibuk dengan diary. Berbeda dengan Saci yang dari tadi sibuk dengan lipgloss barunya. Beberapa kali lipgloss itu menyentuh bibirnya dengan lembut. "Lu nggak mau nyobain lipgloss baru gua?" katanya. "Nggak ah. Nggak suka gua pake begituan. Makasih. Buat lu aja, Ci." Sintia merasa jijik ketika melihat kilauan lipgloss yang menempel di bibir. Dia mencoba berputar posisi melihat sekelilingnya.

Kelas yang seharusnya untuk belajar berubah menjadi pasar. Ada yang rebahan di lantai, tidur, dan menyanyi dengan bahagia. Walaupun membuat penderitaan bagi teman sekelasnya. Penderitaan itu berasal dari suara cempreng khas Riska yang menyanyikan lagu barat dan tidak jelas artikulasinya. Yandi terkenal sebagai mata-mata kelas. Jika ada guru yang datang, pasti Yandi selalu siap siaga. Tempat favorit Yandi adalah jendela pojok sebelah kiri belakang. Dari jendela itu, mata Yandi leluasa melihat lantai empat sampai lantai bawah dan ruang guru matematika tidak pernah lepas dari mata elangnya. Sebelum Yandi memberitahu teman sekelas jika ada razia, ada seorang siswa yang berteriak lebih dulu dan menimbulkan kegaduhan.

Keadaan di luar kelas menjadi ribut. Suara siswa kelas sebelah terdengar berisik sampai. Mendengar hal itu, Saci dengan sigap mencari tempat untuk menyimpan barang berharga miliknya. Kini, suasana kelas Sintia berubah keadaan ribut dan berisik. Semuanya kalang kabut mencari tempat untuk menyembunyikan barang yang seharusnya tidak mereka bawa.

Sintia tak terlihat panik seperti teman-temannya. Dia hanya santai merapikan atribut dan terlihat tenang. Sekelompok osis berompi orange dan biru datang dengan wajah datar dan sinis. Sintia ingin tertawa lepas ketika melihat Andera, temannya yang menjadi anggota osis dan ikut menyidak kelas. Dia terlihat memasang muka judes terpaksa. Andera bukan terlihat seperti orang yang galak, namun muka yang tidak bisa akting terlihat seperti orang yang sedang menahan buang air besar. Sintia berusaha menahan gelagatnya, agar Kak Ranti ketua osis yang terkenal galak tidak memarahinya.

Suara tawa bahagia melihat raut muka Andera di dalam hati seketika padam. Dia melihat Abizar ada di antara kelompok osis yang akan melakukan razia. Wajahnya terlihat datar dan alis tebal nampak lurus bersamaan dengan bibirnya.

"Yang perempuan silakan ke belakang dan yang laki-laki silakan berbaris di depan dan menghadap papan tulis!" perintah Kak Ranti terdengar sangar.

Semuanya menuruti perintah Kak Ranti bak bebek yang biasa diangon di sawah. Satu per satu anggota osis memeriksa setiap siswa dari ujung kaki hingga kepala. "Kenapa kamu?" Ranti melirik gerakan Saci yang terlihat gusar.

"Nggak kak. Gapapa hehehe." Saci terlihat menyeringai.

Siswa wanita telah selesai digeledah atributnya. Siswa laki-laki pun sama, tinggal nasib tas mereka yang menjadi tempat persembunyian barang haram dan dilarang dibawa ke sekolah karena tidak sesuai dengan aturan. Abizar dengan temannya sibuk mencari dan mengeluarkan satu per satu isi tas. Sintia terus menatap wajah manisnya, dan pura-pura menunduk ketika muka judes Ranti menerawang siswi kelas Sintia. Abizar memang terkenal sebagai osis yang berwajah tampan. Ketampanannya bisa jadi menyeramkan hanya dengan satu tindakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun